REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pakar di ICMI, Anton Tab Digdoyo mengatakan, ada beberapa unsur-unsur dalam pasal UU yang dilanggar Basuki Tjahaja Purnama dengan cukup jelas. Bahkan, di hari-hari terakhir untuk ditetapkan menjadi calon seperti diberitakan beberapa media menjelang cutinya, Ahok melakukan mutasi jabatan dengan Cinanisasi di mana-mana.
"Ahok ini kalau kita baca dan cermati memang suka melanggar hukum," kata Anton dalam diskusi bertema penistaan agama di kantor HMI Jalan Sultan Agung Guntur Jakarta Selatan, Selasa (25/10).
Anton mengatakan, beberapa media melaporkan Ahok memutasi beberapa pejabat, yaitu:
1. Dirut PT MRT orang Cina, baru seminggu lalu angkat 4 orang Direksi MRT orang-orang Cina.
2. Dirut dan hampir semua Direksi PT Jakarta Properti semua Cina.
3. Dirut PT Food Station pasar beras Cipinang dan 3 Direksinya juga Cina.
Menurut Anton, jika apa yang diberitakan media itu benar, Ahok telah melanggar UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, terutama Pasal 71 ayat 3. Di sana diatur selama 6 bulan terakhir menjelang penetapan calon dalam pilkada jika pejawat ikut mencalonkan, maka tidak boleh melakukan hal-hal apapun yang diperkirakan menguntungkan dirinya, termasuk memberi jabatan-jabatan.
Sedangkan ayat 5 menyatakan, jika hal itu dilanggar, KPUD dapat membatalkan pencalonannya. "Tapi heran, KPUD tak pernah klarifikasi apapun dengan berbagai indikasi prlanggaran tersebut," katanya.
Anton yang juga Wakil Ketua Komisi Hukum MUI juga menjelaskan, MUI tidak mempolitisir kasus Ahok yang menista agama Islam. "Sama sekali MUI tidak mempolitisir kasus apapun karena MUI tidak akan masuk ke wilayah politik," katanya.
Purnawirawan Jenderal Polri tersebut itu memastikan dalam semua hal, termasuk menangani kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok, MUI selalu fokus ke masalah agama. Pada praktiknya, MUI membimbing umat ke iman dan akidah yang benar sesuai petunjuk Alquran dan Sunnah.
MUI, kata dia, dalam membuat pernyataan sikap tentang kasus penistaan agama karena diminta oleh beberapa ormas Islam yang datang ke MUI. Mereka mengadu bahwa laporannya ke Polri tentang kasus Ahok ditolak apabila tidak ada pernyataan sikap MUI untuk kasus ini.
Keran itulah, kata dia, MUI pada hari berikutnya rapat dengan mengundang pakar-pakar untuk analisis video Ahok di Pulau Seribu pada 27 September tersebut. "Rapat menyimpulkan benar telah terjadi penistaan Alquran oleh Ahok maka MUI pun memenuhi permintaan tersebut," ujarnya.
Anton yang juga Dewan Pakar di ICMI mengatakan, MUI dalam mengusut masalah penistaan agama bukan masalah politik, karena apa yang dikatakan Ahok di Pulau Seribu itu murni masalah hukum pidana. "Jadi kalau MUI dituduh masuk ke wilayah politik, itu yang mana?" katanya.
Justru yang mencampuradukkan kasus Ahok dengan pilkada itulah yang telah mempolitisir kasus. Dan Ahok lah yang telah memasuki wilayah agama yang bukan urusannya, bahkan agama lain dengan yang ia anut. "Inilah mestinya yang harus diprioritaskan oleh aparat hukum, bukan malah menuduh MUI main politik," katanya.