Jumat 14 Oct 2016 09:20 WIB

Peneliti Kemenag Temukan Beberapa Hal Terkait Padepokan Dimas Kanjeng

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah pengikut Dimas Kanjeng bertahan di sejumlah tenda Padepokan Dimas Kanjeng di Desa Wangkal, Gading, Probolinggo, Jawa Timur.
Foto: Antara/Umarul Faruq
Sejumlah pengikut Dimas Kanjeng bertahan di sejumlah tenda Padepokan Dimas Kanjeng di Desa Wangkal, Gading, Probolinggo, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Kementerian Agama yang ditugaskan ke Padepokan Dimas Kanjeng dipimpin Taat Pribadi menemukan beberapa hal saat melakukan observasi. Namun, kewenangan penentuan ajaran padepokan ini sesat atau tidak ada di Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Peneliti Muda Bidang Aliran Badan Litbang dan Diklat Kemenag, Achmad Rosidi menjelaskan, dari observasi di Padepokan Dimas Kanjeng, pihaknya menemukan beberapa hal, salah satunya kultus sosok Taat Pribadi yang sangat kuat oleh para pengikutnya. Para pengikut  menyebut Taat Pribadi dengan sebutan Yang Mulia.

"Padahal, diakui para pengikut padepokan, Taat Pribadi tidak bisa mengaji dan tidak pernah jadi imam. Warga sekitar pun menilai Taat Pribadi seperti warga biasa saja," kata Rosidi, Kamis (13/10).

Kedua, padepokan dan para pengikut Taat Pribadi terkesan eksklusif dan kurang luwes di masyarakat. Para pengikut terkonsentrasi di dalam padepokan untuk menunggu istighosah pencairan atas uang yang mereka berikan.

Saat pihak Rosidi menanyakan ke para pengikut apa yang daya pikat Padepokan Dimas Kanjeng, mereka menyatakan Taat Pribadi bisa mengungkap hal gaib dan mengandakan uang serta barang berharga lain. Dia bisa melakukan kontak dengan dunia transdimensi, //alamul bunyan//.

Aktivitas di padepokan, lanjut Rosidi, masih normatif seperti shalat, membaca Alquran, dan mengundang kiai untuk ceramah. Tapi para pengikut padepokan memiliki amalan yang hanya mereka saja yang tahu, seperti istighosah.

"Amaliyah istighosah itu sendiri, untuk pencairan dari dunia ghaib. Selama ini, kalau ada yang pulang dengan tangan hampa dari sana, mereka tidak marah. Karena doktrinnya kalau kecewa berarti tidak percaya pada Yang Mulia, kalau tidak percaya uangnya tidak diterima," tutur Rosidi.

Masyarakat sekitar juga memang tidak diuntungkan atau pun dirugikan dengan keberadaan padepokan Dimas Kanjeng. Namun, masyarakat mengkhawatirkan adanya stigma kepada wilayah mereka. Kalaupun mengandalkan aktivitas ekonomi seperti sewa rumah oleh para pengikut Padepokan Dimas Kanjeng, hal itu tidak berlangsung lama.

Masyarakat, kata Rosidi, tak jarang merasa kasihan kepada para pengikut padepokan yang datang dari tempat jauh dan harus kehabisan uang dan logisitik namun masih belum mendapat uang mereka kembali. "Pengikut padepokan ini jadi serba tanggung. Mau kembali ke daerah asal dikejar orang yang menitipkan uang, bertahan di sana pun uang mereka tidak kunjung cair," kata Rosidi.

Meski mengaku merasa nyaman bisa beribadah dan bertemu banyak orang, tapi suasana hati para pengikut tidak bisa disembunyikan. Sebab mereka masih memiliki keluarga dan tanggungjawab di daerah asal.

Hasil temuan ini sendiri nantinya akan dikoordinasikan lintas instansi seperti Kemenko PMK, MUI, dan Kemensos, akan ada sinergi. Keputusan ajaran padepokan ini sesat atau tidak akan jadi kewenangan MUI untuk menentukan.

Belum lama ini, terungkap dugaan praktik dan penyebaran ajaran menyimpang di Padepokan Dimas Kanjeng yang dipimpin Taat Pribadi di Probolinggo, Jawa Timur. Selain itu, sorotan lain terhadap padepokan ini adalah kemampuan Taat Pribadi menggandakan uang.

Kasus ini sendiri terbuka setelah Taat Pribadi ditangkap karena pembunuhan dua orang mantan aktivis padepokan. Dua orang itu pula yang melaporkan ajaran menyimpang yang dilakukan Taat Pribadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement