Kamis 20 Oct 2016 01:45 WIB

LPSK Lindungi 14 Saksi Dimas Kanjeng

Polisi menunjukkan barang bukti berupa emas batangan dari tersangka penipu Dimas Kanjeng Taat Pribadi ketika ungkap kasus di Mapolda Jawa Timur, Jumat (7/10).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Polisi menunjukkan barang bukti berupa emas batangan dari tersangka penipu Dimas Kanjeng Taat Pribadi ketika ungkap kasus di Mapolda Jawa Timur, Jumat (7/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) turun ke Mapolda Jawa Timur untuk melindungi 14 saksi dalam kasus pembunuhan dan penipuan di Padepokan Dimas Kanjeng, Probolinggo, dengan tersangka Taat Pribadi (pimpinan padepokan).  Wakil Ketua LPSK Lilik Pintauli Siregar mengatakan ke 14 saksi itu meliputi tangan kanan (orang kepercayaan) Taat Pribadi dan keluarganya, baik dari Jatim maupun Makassar.

Dia menjelaskan ada dua bentuk perlindungan yang diberikan yakni perlindungan fisik di suatu tempat dan perlindungan pendampingan saat saksi yang bersangkut diperiksa. "Hingga kini, mereka masih merasa takut akibat trauma yang dialaminya dengan terbunuhnya dua orang kepercayaan Dimas Kanjeng Taat Pribadi, yakni Ismail Hidayah dan Abdul Gani. Mereka belum menyebut adanya teror atau ancaman," katanya.

Dalam kesempatan itu, penyidik Ditreskrimum Polda Jatim juga memeriksa tiga saksi yakni Taju Ibrahim (suami dari Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng, Marwah Daud Ibrahim) dan dua "sultan" yakni Suparman dan Karimullah. "Apa yang dilakukan Dimas Kanjeng Taat Pribadi itu bohong, karena dia tidak bisa menggandakan uang seperti diungkap kepada masyarakat, melainkan dia memiliki ilmu sihir untuk memindahkan uang atau barang," kata seorang saksi.

Menurut saksi yang enggan disebutkan namanya itu, Dimas Kanjeng Taat Pribadi itu memiliki 190 sultan (orang kepercayaan) yang membantu dalam berbagai kegiatan di padepokan, namun sebagian diantara mereka merupakan oknum TNI/Polri. "Oknum TNI/Polri itulah yang mengawal gerak-gerik ribuan pengikut Dimas Kanjeng, bahkan orang yang sadar dan ingin kembali ke tengah masyarakat juga mengalami kesulitan atau tidak bisa bebas, karena diawasi terus," katanya.

Oleh karena itu, saksi yang bergabung dengan padepokan itu sejak tahun 2010 hingga sadar pada awal tahun 2005 itu mengaku tidak berani pulang sejak keluar dari padepokan pada awal tahun 2015 itu. "Saya berani pulang, karena tahu kalau Taat Pribadi sudah ditahan Polda Jatim," kata warga Ponorogo yang pernah mondok di Pesantren Gontor itu.

 

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement