Jumat 26 Aug 2016 17:05 WIB

Uji Materi Pasal Perzinaan Perkuat RUU KUHP

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Achmad Syalaby
Tolak LGBT/Ilustrasi
Tolak LGBT/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Nyoman Serikat Putra Jaya, menilai uji materi yang diajukan sejumlah tokoh masyarakat terhadap pasal perzinaan, pemerkosan, dan pencabulan Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait erat dengan aspek kesusilaan dan ketuhanan.

Nyoman pun menyebut, bahkan bukan tidak mungkin, apapun putusan yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perkara ini dapat memperkuat materi di rencana RUU KUHP, yang tengah digodok DPR dan Pemerintah.

Menurut Nyoman, mengajukan uji materi atau judicial review terhadap suatu undang-undang tentu diperbolehkan. Nantinya, majelis hakim MK akan melihat apakah materi dari pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Pancasila. Secara khusus, Nyoman menyebut, gugatan terhadap pasal 284 (perzinaan), 285 (pemerkosaan), dan 292 (pencabulan) terkait erat dengan aspek kesusilaan dan ketuhanan.

Uji materi ini pun menjadi salah satu upaya sejumlah tokoh masyarakat untuk memasukan perilaku Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) ke dalam tindakan melanggar hukum. Pun dengan perluasan makna dari zina.

''Nah itu ada hubungannya dengan masalah kesusilaan dan Ketuhanan yang Maha Esa, yang masih menjadi dasar negara. Penilaiannya berdasarkan dari aspek ketuhanan atau aspek religius,'' ujar Nyoman saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (26/8).

Terkait pemidanaan LGBT, menurut Nyoman, hingga saat ini, hal itu masih bertentangan dengan masalah-masalah agama dan religius. Kondisi ini pun terkait dengan Indonesia yang masih berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.

''Karena bagaimanapun, di dalam Undang-Undang Dasar kita mengatakan, negara kita berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Hal-hal (LGBT) seperti itu sampai detik ini, kita mengganggap masih bertentangan dengan masalah agama dan masalah religius. Artinya, kalau dia sesama jenis, kan masih bertentangan (dengan UUD),'' kata Nyoman.

Kendati begitu, Nyoman mengingatkan, MK tetap tidak memiliki kewenangan untuk melakukan perubahan di pasal-pasal KUHP. Hal itu tetap menjadi kewenangan dari pembuat undang-undang, DPR dan Pemerintah. Bahkan, Nyoman menyebut, apapun putusan MK terkait uji materi pasal tersebut dapat memperkuat materi rencana revisi UU KUHP.

''Iya, bisa jadi akan seperti itu. Terlebih di RUU itu akan mencerminkan betul-betul dari aspek sosiologis Indonesia. Bisa mengikuti perkembangan zaman,'' ujar Nyoman, yang juga menjadi tim penyusun RUU KUHP dari Kemenkumham.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement