Selasa 15 Jun 2021 23:27 WIB

Legislator: Pasal Perzinaan di RKUHP Patut Dikaji Hati-hati

Anggota DPR nilai pasal perzinaan di RKUHP patut dikaji hati-hati

Didik Mukrianto
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Didik Mukrianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR, Didik Mukrianto, menilai revisi terhadap ketentuan mengenai pasal perzinaan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) patut dikaji dengan prinsip kehati-hatian. Menurutnya masalah kriminalisasi atas suatu perbuatan harus sesuai dengan politik kriminal yang dianut oleh bangsa Indonesia.

"Yaitu sejauh mana perbuatan tersebut bertentangan atau tidak bertentangan dengan nilai-nilai fundamental yang berlaku dalam masyarakat dan oleh masyarakat dianggap patut atau tidak patut dihukum dalam rangka menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat," kata Didik di Jakarta, Selasa (15/6).

Baca Juga

Didik menjelaskan, kriminalisasi terhadap kegiatan seks atau hubungan seks yang dilakukan laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah dengan orang lain dalam RUU KUHP memang masih menjadi perdebatan antara pihak yang pro dan kontra. Menurutnya, pihak yang kontra menilai RUU KUHP terlalu mencampuri dan memasung kehidupan pribadi seseorang yaitu negara telah melakukan intervensi kehidupan wilayah pribadi warga negaranya.

"Revisi terhadap pasal perzinaan dinilai sebagai ketentuan yang melanggar hak asasi manusia, dan karena itu mengancam demokrasi," ucapnya.

Sementara itu, menurutnya pihak yang pro menilai masalah perzinahan muncul dari public demand bukan pribadi atau keluarga maka diatur dalam UU, dan di banyak negara liberal, lazim terdapat hukum yang mengatur kegiatan pribadi.

Dia menjelaskan, pihak yang pro berpandangan dalam aktivitas seks, warga tidak boleh melakukan hubungan seks sedarah (incest), warga tidak boleh mengumpulkan foto-foto yang masuk dalam kategori "pornografi anak", warga tidak diizinkan berpoligami, atau kalau menggunakan contoh yang lebih ekstrem, warga tidak boleh melakukan bunuh diri dan warga tidak boleh menjadi pecandu narkotika, kendatipun kedua kegiatan itu bisa dilihat sebagai kegiatan sadar yang dilakukan orang dewasa dengan akibat yang harus ditanggung orang dewasa.

"Dengan demikian, intervensi negara terhadap wilayah pribadi tidak pernah diharamkan, bahkan dalam masyarakat liberal yang menjadi kunci adalah alasan. Sebuah kegiatan pribadi yang dipercaya berpotensi menimbulkan efek negatif atau dipandang sebagai sebuah tindakan tidak bermoral, lazim dinyatakan terlarang," ujarnya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement