Ahad 21 Aug 2016 15:11 WIB

Misbakhun Sebut tak Ada Jalan Lain Kecuali Bela Industri Tembakau

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Achmad Syalaby
Politikus Partai Golkar Misbakhun, menjadi pembicara saat memberikan keterangan pers terkait survei nasional Indo Barometer mengenai Keberhasilan dan kegagalan setahun pemerintahan Jokowi-JK di Hotel Century Park, Jakarta, Kamis (8/10).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Politikus Partai Golkar Misbakhun, menjadi pembicara saat memberikan keterangan pers terkait survei nasional Indo Barometer mengenai Keberhasilan dan kegagalan setahun pemerintahan Jokowi-JK di Hotel Century Park, Jakarta, Kamis (8/10).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sektor pertembakauan dinilai mempunyai peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional.Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan, tembakau dapat berperan mulai budi daya, pengolahan produksi, tata niaga, distribusi, dan pembangunan industri hasil tembakau.

Karena itu, politisi Golkar ini menilai industri tembakau punya peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional dan mempunyai multiplier effect yang sangat luas. 

Misbakhun menilai, industri tembakau terbukti berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan industri 5 hingga 7 persen. Penerimaan negara (cukai) merupakan kebijakan penerimaan negara (APBN) yang signifikan (Rp 141,7 triliun). "Industri tembakau-rokok berkontribusi dalam output nasional 1,37 persen atau setara 12,18 miliar dolar AS,” ujarnya baru-baru ini. 

Misbakhun menjelaskan industri pertembakauan memberi kontribusi perpajakan terbesar yakni 52,7 persen dibanding BUMN 8,5 persen, real estate dan konstruksi sebesar 15,7 persen, dan juga kesehatan dan farmasi 0,9 persen. “Fakta bahwa industri tembakau merupakan industri padat karya yang menyerap jumlah tenaga kerja lebih dari 6,1 juta dan menciptakan beberapa mata rantai industri yang dikelola oleh rakyat (pertanian, perajangan, pembibitan, dan lain lain),” ujarnya.

Politisi asal daerah pemilihan Jawa Timur II mengatakan Pasuruan dan Probolinggo merupakan basis petani tembakau dan industri rokok berada. Dia pun tak setuju atas adanya rencana kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Pemerintah diminta jangan terjebak oleh kampanye antirokok yang dikendalikan kepentingan asing. 

Misbakhun merasa berkewajiban menyuarakan kepentingan masyarakat di daerah pemilihannya. "Tidak ada jalan politik lain bagi saya kecuali memperjuangkan aspirasi para petani tembakau dan para pekerja, serta buruh pabrik rokok di daerah pemilihan saya," kata dia. Sebagai anak bangsa, masyarakat tersebut mempunyai hak hidup dan harus dilindungi kepentingan mereka oleh negara secara adil.

Sebelumnya,  kenaikan harga rokok diwacanakan menjadi Rp 50 ribu. Usulan ini bermula dari hasil studi yang dilakukan Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, oleh Hasbullah Thabrany dan rekan-rekannya. Dari studi itu terlihat keterkaitan antara harga rokok dan jumlah perokok. Lewat survei seribu orang, sebanyak 72 persen mengatakan akan berhenti merokok kalau harga rokok di atas Rp 50 ribu.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement