Jumat 19 Aug 2016 07:09 WIB

Merayakan Kemerdekaan di Perbatasan RI-Timor Leste

Red: M.Iqbal
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo (kiri) saat menjadi inspektur upacara di lapangan SD Laktutus, Desa Foheka, Kecamatan Nanaet Duabesi, Kabupaten Belu, NTT, Rabu (17/8).
Foto: Kemendesa PDTT
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo (kiri) saat menjadi inspektur upacara di lapangan SD Laktutus, Desa Foheka, Kecamatan Nanaet Duabesi, Kabupaten Belu, NTT, Rabu (17/8).

REPUBLIKA.CO.ID,Dengan penuh antusias, Seles (18 tahun), melangkahkan kaki dari rumahnya di Desa Foheka, Kecamatan Nanaet Duabesi, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Rabu (17/8) pagi WITA, menuju lapangan SD Laktutus. Seperti elemen masyarakat Indonesia, Seles ingin menghadiri upacara peringatan Proklamasi Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-71.

Sebagai pelajar, seharusnya Seles mengikuti upacara di sekolahnya, sebuah SMA dengan sistem asrama di Desa Kimbana, Kecamatan Tasifeto Barat. Namun, Seles lebih memilih mengikuti upacara di desa asalnya.

“Karena orang tua saya tinggal di sini,” ujarnya kepada Republika saat ditemui jelang upacara. Menurut Seles, kehadirannya mengikuti upacara dilakukan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Semua dilakukan berdasarkan kesadaran sendiri. Sebab, sebagai pelajar, Seles paham betul makna upacara peringatan kemerdekaan republik ini.

Antusiasme juga ditunjukkan oleh Hendarkus Moro (58 tahun), seorang veteran pejuang. Hendarkus turut berpartisipasi dalam perjuangan Indonesia merebut Timor-Timur pada 1975.

Setahun setelahnya, Timor-Timur pun menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Setiap tahun saya hadir mengikuti upacara di lapangan ini,” kata Hendarkus yang berasal dari Desa Haliwen.

Lapangan SD Laktutus Desa Foheka yang berada di wilayah perbukitan tandus dengan ketinggian lebih dari 1.000 meter menjadi lokasi upacara peringatan Proklamasi Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-71. Pemilihan lokasi tak lepas dari posisinya yang berbatasan langsung dari Republik Demokratik Timor Leste (RDTL).

Di desa ini, terdapat satu Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Auren yang menjadi pembatas antara kedua negara. Selain itu, terdapat pula PLBN Fatubesi, tak jauh dari PLBN Auren.    

Tepat pukul 09.10 WITA, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo selaku inspektur upacara pun tiba. Satu demi satu rangkaian upacara yang diikuti ratusan orang mulai dari masyarakat biasa, tokoh adat, pemuka agama, berlangsung dengan penuh khidmat hingga tuntas meski terpaan angin kencang kerap kali menerpa.

Berbicara kepada wartawan selepas upacara, Eko menjelaskan sesuai dengan butir ketiga Nawa Cita pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintah berkomitmen memajukan ekonomi dari daerah pinggiran. “Jadi dengan adanya upacara di daerah perbatasan ini kita harapkan perhatian dari semua stake holder ke daerah-daerah perbatasan juga lebih meningkat. Sehingga pembangunan ekonomi di daerah perbatasan bisa lebih bagus,” ujarnya.

Menurut Eko, pemilihan Belu tak lepas dari fakta kabupaten tersebut berbatasan langsung dengan RDTL. Selain itu, masih banyak daerah tertinggal di sini.

“Jadi kita perlu tahu bagaimana untuk lebih cepat mengakselerasi pembangunan di daerah ini,” kata Eko. Berdasarkan data Kemendes PDTT, terdapat 122 kabupaten daerah tertinggal yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019.

Belu termasuk ke dalam 22 kabupaten daerah tertinggal yang berada di perbatasan negara. Kabupaten Belu memiliki luas wilayah 1.284 kilometer persegi.

Secara administratif terbagi menjadi 12 kecamatan, 12 kelurahan, dan 96 desa, termasuk 30 desa dalam delapan kecamatan perbatasan, yaitu Lamaknen Selatan, Tasifeto Timur, Atambua, Lamaknen, Lasiolat, Raihat, Tasifeto Barat, dan Nanaet Duabesi.

Eko meminta agar desa harus bangkit bergerak untuk membangun potensi kemandirian. Apalagi, keberadaan UU Desa beserta aturan-aturan turunannya telah menegaskan bahwa desa memiliki kemandirian dalam membangun desa.

Untuk itu, pemerintah member dana desa untuk percepatan pembangunan. “Masyarakat diberi kebebasan untuk menentukan pembangunan berdasarkan forum musyawarah desa,” kata Eko.

Kabupaten Belu sebagai bagian dari NKRI dan berbatasan langsung dengan RDTL harus benar-benar memanfaatkan dana desa untuk percepat pembangunan di daerah ini. “Diharapkan kemakmuran bagi bangsa akan dikabarkan tidak hanya dari daerah yang dekat dari pusat pemerintahan, tapi cerita kemakmuran bisa dihadirkan dari daerah perbatasan. Rakyat Belu memiliki kesempatan sama dengan warga lain di seluruh Indonesia untuk maju,” ujar Eko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement