REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Syaiful Huda mengatakan partainya mendukung revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Setidaknya, ada empat substansi yang perlu diubah dalam revisi tersebut.
"Paling tidak menyangkut empat substansi itu. Perpanjangan (masa jabatan kepala desa), kemudian menyangkut soal otoritas tunggal kementerian yang mengatur desa, 10 persen alokasi (dana desa) dari APBN, dan satu lagi saya lupa. Mungkin salah satunya (usulan) perangkat desa yang mau itu, yang mau jadi PNS," ujar Huda di Sekretariat Bersama (Sekber) Partai Gerindra-PKB, Jakarta, Kamis (26/1/2023).
Usulan revisi UU Desa juga disebutnya sudah masuk ke DPR sejak satu setengah tahun yang lalu. Dorongan revisi merupakan bagian dari aspirasi berbagai asosiasi terkait desa, salah satunya adalah Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi).
"Draf ini sudah hampir setahun setengah kan dan mandek. Draf revisi ini sudah ada setahu saya sejak setahun setengah yang lalu, diajukan oleh temen-temen, inisiatif dari temen-temen asosiasi kepala desa juga," ujar Huda.
Ia membantah, usulan perpanjangan masa jabatan kades tersebut merupakan dorongan dari Fraksi PKB DPR dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar. Tegasnya, itu merupakan bagian usulan dari Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI).
"Tidak boleh saling menyalahkan, tidak bisa kemudian dituduh hanya oleh (pihak tertentu), karena faktanya emang ada yang punya aspirasi begitu. Karena itu saya tidak setuju kalau ada semacam cara pandang seolah-olah ini inisiatif fraksi tertentu atau menteri tertentu," ujar Huda.
PKB sendiri mendukung revisi UU Desa untuk mengakomodasi perpanjangan masa jabatan kepada desa menjadi sembilan tahun. Namun, masa jabat sembilan tahun tersebut hanya berlaku selama dua periode saja.
Di samping itu, ia membantah dukungan perpanjangan masa jabatan kades merupakan upaya politisasi jelang pemilihan umum (Pemilu) 2024. Jelasnya sekali lagi, usulan tersebut berasal dari asosiasi-asosiasi yang berkaitan dengan desa.
"Tidak ada (revisi UU Desa dimobilisasi), ini wacana betul-betul di dalam tubuh asosiasi kepala desa sendiri dan kami menangkap resonansinya dan merespon aspirasi mereka," ujar Ketua Komisi X DPR itu.
Sebelumnya, Apdesi mendorong adanya kebijakan-kebijakan yang mendukung agar pemerintahan desa menjadi lebih baik. Salah satunya lewat revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang sebelumnya disuarakan oleh ribuan kepala desa.
Namun, jangan sampai aspirasi ribuan kepala desa itu dimanfaatkan secara politik oleh segelintir pihak untuk mendapatkan efek elektoral. Apalagi, jangan sampai aspirasi tersebut justru dikesankan merupakan aspirasi salah satu partai politik.
"Jangan ada upaya mengarahkan kepala desa atau mempengaruhi kepala desa untuk menjadi bagian yang menguntungkan partai politik tertentu. Perlu kami ingatkan bahwa pendamping desa digaji oleh negara untuk mendukung suksesnya pelaksanaan pembangunan desa sesuai amanat UU Nomor 6 Tahun 2014," ujar Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Apdesi, Muhammad Asri Anas saat dihubungi, Selasa (24/1/2023).
Tegasnya, seluruh perangkat desa, termasuk kades merupakan jabatan mulia yang berniat membangun 74.962 desa di seluruh Indonesia. Jangan sampai mereka justru dijadikan alat politik jelang Pemilu 2024.
"Bilamana ada upaya aktivitas politik tertentu, apalagi upaya menggiring opini seakan pemerintahan desa memiliki beban ke partai tertentu maka DPP Apdesi tidak akan segan-segan turun demo besar besaran dan mengajak kepala desa seluruh Indonesia, BPD, dan aparat desa untuk membubarkan pendamping desa," ujar Asri.