Jumat 05 Aug 2016 17:00 WIB

Rumusan Penyelesaian Tragedi 1965 Telah Disepakati Pemerintah

Letnan Jenderal (Purn) TNI Agus Widjojo
Foto: Republika/ Wihdan
Letnan Jenderal (Purn) TNI Agus Widjojo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional Tragedi 1965 Agus Widjojo menyatakan usulan rumusan penyelesaian peristiwa 1965 telah disepakati pemerintah. Rumusan ini nantinya akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Yang penting sudah ada rumusan pemerintah, nanti akan disampaikan kepada Presiden melalui Menkopolhukam (Wiranto)," ujarnya usai mengikuti rapat tentang penyelesaian kasus 1965 di Kantor Kemenkopolhukam Jakarta, Jumat (5/8).

Namun, ia tidak bisa memastikan kapan dokumen rekomendasi penyelesaian kasus 1965 diserahkan kepada Presiden karena itu sudah menjadi wewenang Menkopolhukam. Simposium Nasional Tragedi 1965 diselenggarakan pada April 2016 sebagai upaya pemerintah Indonesia menyelesaikan kasus HAM berat antara lain yang pernah terjadi pada 1965 dimana diduga ratusan ribu orang diduga terbunuh dalam kaitannya dengan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Menurut Agus, penyelesaian kasus 1965 melalui penyelenggaraan simposium tersebut lebih menggunakan pendekatan sejarah.

"Pendekatan ini lebih objektif, dan komprehensif jadi kita seperti memutar film mengenai peristiwa 65, kita mendengarkan apa yang terjadi sebelum peristiwa dan setelah peristiwa tersebut," jelasnya.

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional itu menilai bahwa peristiwa pembantaian besar-besaran pada masa pemerintahan Presiden Soeharto itu didasari motif tertentu dan dilakukan secara sistemik.

Penyelesaian peristiwa 1965, menurut dia, penting dilakukan karena Indonesia adalah bangsa yang besar yang sudah seharusnya berani melihat pada masa lalu dan berbesar hati mengakui kesalahan.

Sementara itu, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Hasyim Muzadi sempat menyampaikan penolakannya terhadap arah penyelenggaraan simposium yakni untuk mendesak Presiden Joko Widodo atas nama negara meminta maaf kepada para korban tragedi 1965.

"Desakan tersebut pasti membebani Presiden, baik secara politik, keamanan maupun ekonomi, bahkan bisa terjadi kegoncangan," katanya.

Menurutnya, kalau yang dimaksud adalah "negara yang meminta maaf" kepada korban 1965, tentu salah alamat karena negara tidak pernah salah apa-apa. "Yang bisa salah adalah rezim pemerintahan dalam masa pemerintahannya. Mengapa kejadian zaman pemerintahan Pak Harto harus Pak Jokowi yang meminta maaf?" kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement