Jumat 22 Jul 2016 22:59 WIB

Franz Magnis: Pelanggaran HAM 1965-1966 Bisa Disebut Genosida

Tokoh pendidikan Franz Magnis Suseno.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Tokoh pendidikan Franz Magnis Suseno.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Budayawan Franz Magnis Suseno mengatakan peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 1965--1966 dapat digolongkan sebagai genosida. Sebab, lanjut dia, ketika itu berlangsung usaha pemusnahan terhadap golongan tertentu yang berlangsung secara terorganisir.

"Peristiwa itu adalah kejahatan terbesar terhadap umat manusia di dunia dalam kurun waktu lima puluh tahun terakhir," ujar pria yang akrab disapa Romo Magnis itu di Jakarta, Jumat.

Menurut pria yang lahir di Polandia ini, kejadian pada tahun 1965-1966 yang diduga menelan korban hingga setengah juta jiwa ini merupakan sesuatu yang direncanakan dan dimulai dari Jakarta. Dari Ibu Kota, pelanggaran HAM kemudian menyebar ke Jawa Tengah, Bali dan wilayah lain di Indonesia. "Saya kira ada unsur balas dendam dalam peristiwa itu," tutur Romo Magnis.

Adapun tragedi 1965 merupakan salah satu pelanggaran HAM yang dijanjikan Presiden Joko Widodo akan tuntas di masa kepemimpinannya selain kerusuhan Mei, Trisakti-Semanggi 1 dan 2, Penghilangan Paksa, Talang Sari-Lampung, Tanjung Prio.

Pengadilan Rakyat Internasional di Den Haag, Belanda, dalam keputusan akhirnya yang dikeluarkan pada Rabu (20/7), memvonis Indonesia telah melakukan genosida pada 1965-1966.

Baca juga, Pengadilan Rakyat Belanda Nyatakan Indonesia Bersalah Atas Pembunuhan Anggota PKI.

Genosida disebut sebagai salah satu dari 10 tindakan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Indonesia pada tahun 1965-1966 terhadap anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), terduga PKI, pendukung Presiden Soekarno, anggota radikal Partai Nasional Indonesia (PNI) beserta keluarga mereka.

Sidang IPT 1965 yang dipimpin oleh Hakim Ketua Zak Yacoob, pernah menjadi hakim di Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan, juga menyatakan pembunuhan terhadap sekitar 400 ribu hingga 500 ribu orang yang melanggar UU KUHP pasal 138 dan 140 dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement