Rabu 27 Jul 2016 04:45 WIB

Kebijakan Koruptor tak Dipenjara, ICW: Tak Ada Efek Jera

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Bilal Ramadhan
Boneka Narapidana Koruptor (ilustrasi).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Boneka Narapidana Koruptor (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indonesian Corruption Watch, Lalola Easter menilai rencana pemerintah yang ingin mengkaji opsi tak memenjarakan koruptor malah membuat pemberantasan korupsi menjadi mengendur.

Ia menilai, harusnya hukuman bagi koruptor diperkuat agar korupsi tak terus dilakukan oleh pejabat negara. Lalola menilai, harusnya pemerintah mengkaji ulang wacana tersebut. Sebab hal ini kontraproduktif dengan semangat memberantas korupsi.

Apalagi, ia menilai, selama ini koruptor sudah mendapatkan cukup ruang dengan vonis yang terbilang ringan dibandingkan kerugian yang harus diampu oleh negara.

"Kalau alasan pemerintah agar membuat efek jera itu kontraproduktif. Kebijakan itu malah membuat para koruptor semakin leluasa dan tak memberikan efek jera," ujar Lalola melalui pesan singkat, Selasa (26/7).

Lalola mengatakan, selama ini pemerintah mempunyai komitmen untuk memberantas korupsi. Namun, pada faktanya pemerintah tak bisa memberikan kepastian dan ketegasan dalam memberikan hukuman kepada para koruptor.

Lalola mengatakan, ICW sendiri sudah mencatat sejak Januari hingga Juni 2016 telah terjadi 325 kasus korupsi yang rata rata vonisnya hanya 25 bulan penjara. Padahal, ia mengatakan total kerugian negara mencapai 1,49 triliun.

Ia meminta pemerintah bisa konsisten dalam memberantas korupsi. Bukan malah memberikan ruang bagi para koruptor untuk bernafas bebas. Ia meminta pemerintah kembali menegakkan aturan dan bisa bersikap tegas terhadap pemberantasan korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement