Senin 25 Apr 2016 18:16 WIB

Luhut: Kasus 1965 Butuh Bukti Jumlah Korban

Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan (tengah)
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyelesaian kasus HAM Tragedi 1965 butuh membuktikan jumlah korban, setelah dilakukan Simposium Nasional Tragedi 1965 yang mempertemukan berbagai pihak pada 18 April lalu.

"Kalau ada atau kuburan massal yang bisa diidentifikasi dengan jelas korban dan jumlahnya, bukti itu bisa saja menjadi peluang negara untuk melakukan permintaan maaf, kita mencari fakta maka diadakan simposium tersebut," kata Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan, di Jakarta, Senin (25/4).

Dia mengatakan sekarang tim sedang berjalan, di mana dirinya masih menunggu laporan dari Gubernur Lemhanas Agus Widjojo. Menurut dia sampai hari ini belum ada bukti yang menunjukkan korban mencapai ratusan ribu hingga jutaan orang.

"Kepada siapa pemerintah mau minta maaf? Yang jelas sudah ada enam jenderal TNI yang dibunuh, itu sudah jelas itu," kata dia.

Dia mengakui pada peristiwa pembersihan kader PKI tersebut memang jatuh sejumlah korban jiwa, namun jumlahnya tidak sebesar seperti yang dituduhkan para korban.

"Kalau ada yang meninggal pada peristiwa 65, memang iya. Tapi jumlahnya tidak seperti yang disebut sampai 400 ribu apalagi jutaan. Yang kita lihat tidak ada alat bukti yang menjelaskan korban sampai sebanyak itu," ucap Luhut.

Pada hari yang sama dia juga menemui Presiden untuk membahas hal tersebut. "Presiden tadi memberitahu bahwa memang disuruh cari saja kalau ada kuburan massalnya itu," ujar Luhut.

Sementara itu Direktur Wahid Institut Yenny Wahid mengatakan meminta maaf kepada korban atau korban yang mendapat stigma PKI bukanlah hal yang memalukan.

"Minta maaf bukan hal yang tabu. Simposium kemarin saya lihat adalah awalan yang baik untuk menyembuhkan luka bangsa dengan membawa semua perspektif yang ada dan saling mendengarkan fenomena yang terjadi," kata Yenny.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement