REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mengajak Polri untuk bersama-sama mengawasi dana desa. Meski demikian, kepolisian diminta untuk tidak menciptakan ketakutan, agar desa dapat menjalankan program dengan cepat dan efektif.
“Kepolisian mengawal dana desa agar tepat sasaran. Marilah kita sama-sama sejak awal, untuk bekerjasama bagaimana mengawal dana desa ini. Prinsipnya, bagaimana mereka tidak tercipta ketakutan yang berdampak pada akhirnya mereka tidak melakukan apa-apa,” ujar Sekjen Kemendes PDTT, Anwar Sanusi, saat menjadi Narasumber pada Rakernis Bareskrim POLRI di Jakarta, Selasa (19/4).
Sanusi mengakui, isu yang sempat beredar bahwa program dana desa akan menciptakan koruptor-koruptor baru di tingkat desa cukup meresahkan desa. Kekhawatiran seperti itu menurutnya, pernah terjadi ketika dimulainya pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah.
“Setelah dilaksanakan Undang-Undang Otonomi Daerah, percikan masalah memang muncul, tapi daerah juga menjadi sangat berkembang. Arus urbanisai desa dan kota semakin luar biasa. Kalau tidak ada intervensi secara efektif, ini akan sangat mengkhawatirkan,” ujarnya.
Sebagai upaya pencegahan penyimpangan, Sanusi meminta peran aktif Polri dalam memberikan informasi pentingnya sadar hukum, terutama penggunaan dana desa.
“Selain mendorong kemandirian desa, Dana Desa juga membuka peluang penyelewengan, seperti tindakan korupsi. Oleh karena itu Polri diharapkan dapat lebih aktif dalam upaya pencegahan dengan membantu sosialisasi, mengawasi, memonitor dan menindaklanjuti tindakan korupsi terhadap penggunaan Dana Desa,” ujarnya.
Menurutnya, ketidaksepahaman masyarakat tentang penggunaan dana desa juga berpeluang mengakibatkan konflik di masyarakat. Untuk itu, ia juga meminta Polri untuk dapat lebih aktif dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.
“Dengan demikian permasalahan yang ada di desa, tidak berujung pada konflik atau main hakim sendiri,” ujarnya.
Sanusi mengatakan, satu hal yang paling spesifik dari pemerintahan Jokowi-JK adalah mewujudkan Nawacita ke 3, yakni membangun Indonesia dari pinggiran, salah satunya adalah melalui dana desa.
Tahun ini adalah tahun ke dua program dana desa. Tahun 2015 dana desa senilai Rp 20,7 Triliun sedangkan tahun 2016 meningkat cukup signifikan yakni Rp 46,9 Triliun.
"Kalau Kita lihat, dana desa sebenarnya dikelola oleh 3 kementerian, yakni Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Desa, PDTT. Kementerian Keuangan dalam hal ini, bertugas untuk mengalokasikan dan transfer dana desa dari rekening negara ke rekening daerah. Kemendagri bertugas pembinaan kepada kabupaten dan kota, untuk mempersiapkan daerah terkait transfer dana desa. Setelah di desa, adalah tugas Kemendesa PDTT untuk mensosialisasikan prioritas dana desa," terangnya.
Berdasarkan SKB3 Menteri, dana desa diperuntukkan 3 keperluan, di antaranya infrastruktur, sarana pra sarana dasar, dan untuk pengembangan ekonomi lokal desa.
"ADD (Alokasi Dana Desa) bisa digunakan untuk aparatur desa. Sedangkan dana desa dapat digunakan yang sifatnya pemberdayaan masyarakat," jelasnya.