Selasa 19 Apr 2016 17:47 WIB

Cerita Warga Pasar Ikan yang Anaknya tak Lagi Sekolah Setelah Pembongkaran

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Sejumlah anak korban bongkaran pemukiman warga kawasan Pasar Ikan, bermain di pantai kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat (15/4). (Republika/ Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Sejumlah anak korban bongkaran pemukiman warga kawasan Pasar Ikan, bermain di pantai kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat (15/4). (Republika/ Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Makiah (54 tahun) selalu teringat dua cucunya. Sudah satu pekan lebih dua cucunya tidak bersekolah. Sejak rumahnya dibongkar di Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dua cucunya tinggal di Tanggerang, Banten bersama putrinya.

"Yang besar kelas dua SMP yang kecil masih SD," katanya, Selasa (19/4).

Sejak rumahnya dibongkar perempuan asal Sulawesi ini harus tinggal bersama sanak saudaranya. Sedangkan suaminya Yase (70 tahun) tinggal di perahu mereka. Makiah mengatakan tidak mungkin cucu-cucunya tetap tinggal bersama mereka.

Sedangkan untuk pindah sekolah ke Tanggerang belum ada biaya. Ia berharap dua cucunya dapat segera sekolah. Walaupun ia juga tidak tahu bagaimana caranya. "Ibunya lagi sakit lagi, anak saya, makanya nggak bisa kerja," tambahnya.

Selain cucu Makiah, banyak anak nelayan yang harus bolos sekolah. Anak Sukinah juga harus membolos sekolah karena baju sekolahnya tertimbun puing-puing rumah mereka.

Sebelum pembongkaran Sukinah ikut membantu suami mencari nafkah dengan berjualan nasi uduk. Ketika mendengar ada pembongkaran ia menyelamatkan barang-barang di warungnya. "Saya fikir rumah ngga kena gusur," tambahnya.

Tapi ternyata rumahnya juga diluluh lantakan. Semua barang-barang di rumahnya sekarang rata dengan tanah. Butuh berhari-hari untuk mencari baju sekolah dua putranya. Dari pembongkaran pada Senin (11/4) kemarin baru hari ini dua anaknya dapat bersekolah.

Sukinah bertekad tidak ada anaknya yang putus sekolah. Walaupun suaminya Jamal belum dapat melaut ia tetap berusaha berjualan nasi uduk dan kopi di perahu yang menjadi tempat tinggal mereka. Kadang-kadang ia juga berkeliling menjajakan barang dagangannya. "Di Sunda Kelapa kadang-kadang jualan kopi, nasi uduk. Itu juga harus ngumpet-ngumpet kalo nggak kena razia," katanya.

Baca juga, Digusur Pemprov DKI, Supinah tak Putus Asa Jualan Nasi Uduk.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement