Jumat 15 Apr 2016 06:59 WIB

Kenapa Pengungkapan Kasus Siyono Penting?

Rep: Edy Setyoko/ Red: Ilham
 Uang pemberian Densus 88 untuk isteri almarhum Siyono, Suratmi ditunjukkan saat konferensi pers hasil autopsi dari tim forensik Muhammadiyah terhadap jenazah Siyono di kantor Komnas HAM RI, Jakarta, Senin (11/4).(Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto:

Kabar terakhir, pascapengumuman hasil autopsi Komnas HAM bersama PP Muhammadiyah, keluarga almarhum Siyono di Dusun Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, dipanggil polisi. Ayah Siyono, Marso Diyono (61 tahun), dan kakak almarhum Wagiyono (39), diminta keterangan penyidik Mabes Polri di Mapolsek Cawas, Selasa (12/4) lalu.

Marso Diyono dan Wagiyono diminta keterangan sebagai saksi terkait penangkapan Siyono pada Selasa, 8 Maret lalu. ''Ada surat panggilan dari Polri ke keluarga, terutama ayah Siyono (Marso),'' kata Ketua Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Bambang Sukoco.

BKBH UMS melakukan pendampingan terhadap keluarga Siyono. ''Kita anggap kasus kematian Siyono dengan keluarga itu sudah selesai. Ini sudah kaitannya dengan permasalahan hukum. Jadi, kalau nanti misalnya keluarga dibawa-bawa, itu secara psikis akan berpengaruh,'' kata Bambang.

PP Muhammadiyah berkomitmen mengungkap kasus kematian Siyono secara terang benderang sebagai bentuk tanggungjawab moral. Harapannya, kasus serupa tidak terulang kembali dalam pemberantasan teroris dan pencegahan radikalisme.

Apa yang dilakukan Muhammadiyah, kata Bambang, bukan berarti membela teroris. Muhammadiyah itu anti teroris. Pemberantasan teroris tidak boleh dengan meneror balik seperti kasus Siyono.

''Kami melakukan pembelaan ini, agar tidak ada Siyono-Siyono lanjutan setelah ini. Cukup Siyono-lah sebagai anak bangsa mendapatkan perlakuan seperti ini. Kalau ada yang mengatakan Muhammadiyah membela teroris, itu gila''.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement