REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istri terduga teroris yang tewas di tangan Densus 88, Ardilla Sholihatun Nisa, mengaku diminta ikhlas melepaskan kepergian suaminya, Muhammad Jefri (32 tahun). Bahkan, polisi menawarinya bantuan untuk anaknya yang masih kecil untuk melanjutkan hidup.
Setelah penguburan Jefri, kata Ardilla, kepolisian kerap mendatanginya. Hingga, Jumat (16/2) siang, Ardilla mengaku ada polisi yang meminta Ardilla agar mengikhlaskan suaminya. Namun Ardilla mengaku belum puas dan tidak percaya begitu saja dengan keterangan polisi.
"Mereka bilang sudah takdir, begitu. Tapi saya bilang belum. Belum tenang saya. Menurut saya, ini masih menjadi misteri karena saya tidak tahu penyebab sebenarnya," kata Ardilla, Jumat (16/2).
Ada seorang polisi, kata Ardilla, yang menjanjikan akan memberikan santunan pada anak Ardilla yang masih berumur 10 bulan. Bahkan, kata dia, uang itu bersumber dari kantung pribadi polisi tersebut.
Ardilla tidak ingat siapa anggota kepolisian yang mencoba bersikap dermawan tersebut. "Tapi hati saya tidak sreg menerima itu," kata Ardila. "Saya masih tidak ridho," kata dia lagi.
Sebelumnya, polisi tidak menanyai Ardilla soal dugaan keterlibatan suaminya dalam jaringan teroris Jamaah Ansharut Daulah. Ia hanya ditanya soal riwayat penyakit Jefri.
Ardilla mengaku bertemu Jefri pada 2016 dan langsung menikah pada tahun itu juga. Keduanya hidup di Indramayu, di rumah orang tua Ardilla.
Sebelum Jefri 'hilang', menurut Ardilla, tidak ada tanda-tanda tertentu. Namun, sempat ada kecurigaan Ardilla saat petugas RT mendatangi keluarganya beberapa hari sebelum Jefri ditangkap untuk meminta KTP Jefri.
RT menyatakan belum memiliki data Jefri. "Tetapi di situ saya curiga, karena suami saya saja yang dimintai KTP," kata Ardilla. Hal tersebut hanya berupa kecurigaan sesaat, sebelum akhirnya pada Rabu (7/2), Jefri hilang ditangkap Densus.