Jumat 15 Apr 2016 06:59 WIB

Kenapa Pengungkapan Kasus Siyono Penting?

Rep: Edy Setyoko/ Red: Ilham
 Uang pemberian Densus 88 untuk isteri almarhum Siyono, Suratmi ditunjukkan saat konferensi pers hasil autopsi dari tim forensik Muhammadiyah terhadap jenazah Siyono di kantor Komnas HAM RI, Jakarta, Senin (11/4).(Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Uang pemberian Densus 88 untuk isteri almarhum Siyono, Suratmi ditunjukkan saat konferensi pers hasil autopsi dari tim forensik Muhammadiyah terhadap jenazah Siyono di kantor Komnas HAM RI, Jakarta, Senin (11/4).(Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, KLATEN -- Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya mengatakan, hasil autopsi jenazah Siyono membuat publik menyaksikan bagaimana kejujuran, transparasi, obyektifitas, dan akuntabilitas Polri dan BNPT diuji pada titik yang sangat kritis.

Publik sudah lama memendam beragam pertanyaan terkait proyek pemerintah di sektor keamanan yang bernama kontra terorisme dan kontra radikalisme. Karena itu, pengungkapan kasus Siyono bisa menjadi jawaban. ''Kasus Siyono menjadi momentum bagi publik untuk sedikit melihat tentang apa yang sesungguhnya terjadi,'' kata Harits dalam rilis yang diterima Republika.co.id, kemarin.

Kasus Siyono adalah puncak gunung es dari "Siyono-Siyono" lain. Melahirkan titik tolak kesadaran masyarakat, bahwa soal kejahatan negara lewat instrumennya seperti polisi, Densus, BNPT, yang sering terjadi.

Hasil autopsi menjadi fakta empirik yang tidak terbantahkan adanya aksi brutal Densus 88 terhadap Siyono. Sangat mungkin terjadi juga pada korban lainnya. Langkah excessive force (penggunaan kekuatan berlebihan) dalam proyek kontra terorisme, kata dia, justru potensial melahirkan blunder persoalan.

''Negara tidak boleh hadir menjadi state terrorism terhadap warganya dengan alasan apapun. Dan publik juga tidak boleh bisu, buta, tuli, atas tiap jengkal kedzaliman yang demonstratif, kecuali dirinya menjadi bagian dari aktor-aktor kedzaliman,'' katanya.

Seperti diketahui, hasil autopsi jenazah Siyono diumumkan Komnas HAM bersama Tim Dokter forensik PP Muhammadiyah melahirkan kontraksi dari pihak Polri dan BNPT dengan beragam statemen yang tampak tidak seragam.

Intinya, Polri dan BNPT bersikukuh bahwa aparat Densus 88 tidak melakukan tindak kriminal terhadap Siyono. Sedikit asumsi yang diungkapkan, bahwa Densus88, mungkin hanya menyalahi kode etik. Bahkan, rencana akan digelar sidang kode etik secara terbuka. Yang paling krusial adalah penolakan terhadap hasil autopsi. Padahal, autopsi itu dilakukan tim dokter forensik senior dan profesional dengan disaksikan seorang dokter forensik dari pihak Polri.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement