Rabu 13 Apr 2016 14:32 WIB

Tito: Uang dari Kadensus 88 ke Keluarga Siyono Hal Wajar

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Bayu Hermawan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Tito Karnavian menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (13/4).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Tito Karnavian menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (13/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penggulangan Teroris (BNPT), Komjen Tito Karnavian mengatakan uang santunan untuk keluarga almarhum terduga atau anggota teroris merupakan hal yang biasa.

Menurutnya, ketika Kadensus 88 antiteror yang sekarang menyerahkan sejumlah uang untuk keluarga Siyono maka hal tersebut bisa saja terjadi.

Tito mengatakan, Kadensus sendiri berpangkat Brigjend dan punya anggaran. Dari kocek pribadinya sendiri pun disokong oleh gaji yang lumayan besar. Untuk memberikan uang kepada keluarga teroris bisa dilakukan atau patungan dengan kawan polisi lain.

Selama ini dari 121 orang terduga teroris yang ditembak mati keluarganya beberapa ada yang disupport dari kepolisian. Ia menilai hal ini wajar.

Dalam kasus Siyono, Tito menjelaskan, saat itu pihak keluarga Siyono datang ke Jakarta, maka perlu disokong dana untuk tempat tinggal, makan serta biaya pemakaman serta ambulan.

(Baca: Ini Alasan Istri Siyono Tolak Uang dari Densus 88)

"Kemanusiaan, Kan ada operasi, korban, kan kita kasihan. Kalau terima syukur ya kalau nggak terima ya tolak saja sejak awal," ujarnya, Republika.co.id di Komplek Parlemen, Rabu (13/4).

Namun Tito mengaku prihatin mengapa isu pembelaan terhadap Siyono begitu masif, sedangkan banyak anggota Polri dan TNI yang meninggal dalam operasi.

"Berapa banyak anggota yang gugur? Mereka dapat tunjangan hanya dari negara. Kadang malah temen temennya sendiri yang urunan," katanya.

Tito sendiri mengatakan, Siyono sendiri masuk dalam jaringan Jamaah Islamiyah (JI). Terkait kaitannya dengan Santoso, Tito mengakui hal tersebut meski ia meminta agar pihak Polri yang buka suara soal itu.

"Masuk dalam jaringan, tapi lebih baik Polri saja yang buka suara," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement