Ahad 03 Apr 2016 20:30 WIB

Indonesia Harus Belajar pada Cina soal Menjaga Eksistensi Budaya Nasional

Red: M Akbar
Monumen perjuangan Laskar Tionghoa dan Jawa melawan VOC atau lebih dikenal sebagai prasasti  GegerPecinan  di Taman Budaya Tionghoa,Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Rabu (3/1).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Monumen perjuangan Laskar Tionghoa dan Jawa melawan VOC atau lebih dikenal sebagai prasasti GegerPecinan di Taman Budaya Tionghoa,Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Rabu (3/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI), Abdullah Dahana, menyatakan Indonesia seharusnya dapat belajar dari Cina dalam kaitannya menjaga eksistensi budaya nasionalnya.

Ia mengatakan Cina mampu menjadi bangsa yang besar karena memiliki kegigihan menerapkan konsep kepribadian nasionalnya sebagai dasar kehidupan bernegara. Sementara teknologi dan budaya barat yang masuk ke Negeri Tirai Bambu tersebut mampu di filter sehingga membuat Cina tidak hanya ke dalam arus budaya asing.

''Dapat dikatakan jika kemajuan Cina pada saat ini diperoleh karena Cina menerapkan politik dendam sejarah atas satu abad penghinaan nasional. Inilah yang menjadi motivasi kebangkitan negara,'' kata Dahana.

Dahana menyampaikan hal tersebut saat berbicara pada diskusi serial kebudayaan bertema Referensi Global yang diselenggarakan oleh Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB). Dalam diskusi tersebut, hadir juga sebagai pembicara Irid F. Agus, MA,Ph.D; Dr. Eva. Latifah; Johanes Herlijanto, Ph.D; serta pembina YSNB Pontjo Sutowo.

Dalam diskusi tersebut muncul kegelisihan terhadap ketidakmampuan budaya Indonesia dalam membendung arus budaya asing yang menyerbu negeri ini. Pontjo mengatakan sekarang ini begitu jelas terlihat bagaimana pengaruh budaya asing telah sangat besar dalam kehidupan bernegara bagi masyarakat di Indonesia.

Bahkan pada era reformasi ini, kata dia, ide-ide liberalisme berhasil menyelinap ke dalam pasal-pasal amandemen UUD 1945. ‘Pasal-pasal Amerika’ ini, kata dia,  pada hakikatnya sangat bertentangan dengan dasar dan idiologi negara Indonesia.

''Karena itu kita perlu memberikan perhatian khusus terhadap kebudayaan agar kita tidak hanyut mengikuti budaya asing yang masuk,'' kata Pontjo Sutowo.

Sementara itu Irid menjelaskan Indonesia sesungguhnya memiliki kemiripan sejarah dengan Amerika. Pendirian negara Amerika Serikat, kata dia, memiliki sejarah yang hampir sama dengan Indonesia, yaitu sama-sama memerdekakan diri dari pihak penjajah.

''Kemajuan itu pada dasarnya dapat dicapai dengan mampunya sebuah negara memaksimalkan nilai-nilai positif budaya yang ada dan meminimalisasi nilai-nilai negatif budaya asing yang masuk,'' kata Irid.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement