REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polemik reklamasi Teluk Jakarta oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta semakin memanas. Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menuding adanya pihak tertentu yang mencoba membangun opini bahwa kebijakan tersebut telah mendapat dukungan dari nelayan Muara Angke di Jakarta Utara.
“Padahal faktanya mayoritas nelayan tradisional Muara Angke jelas-jelas menolak reklamasi, karena proyek itu tidak saja membawa dampak buruk terhadap lingkungan, tetapi juga pemasukan mereka,” ujar DPP KNTI Martin Hadiwinata kepada Republika.co.id, Kamis (10/3).
Ia menilai ada kejanggalan dengan munculnya pemberitaan yang menyebutkan bahwa para nelayan Muara Angke memberi restu atas reklamasi Teluk Jakarta. Martin menduga pemberitaan itu merupakan hasil ‘permainan’ dari pihak-pihak swasta yang memiliki kepentingan dalam proyek tersebut.
Tudingan Martin tersebut bukan tanpa alasan. Pada Kamis (3/3) pekan lalu, ia mendapati sejumlah nelayan Muara Angke mendatangi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta di Cakung, Jakarta Timur menggunakan tiga unit bus. Kehadiran mereka di pengadilan hari itu bertepatan dengan waktu digelarnya sidang gugatan atas reklamasi Pulau G. “Setelah kami selidiki, mereka disuruh ke PTUN oleh perusahaan yang mendukung reklamasi,” ungkap Martin.
Menurut dia, para nelayan itu tidak mungkin menyewa bus dengan biaya mereka sendiri. Pasalnya, harga sewa bus diperkirakan mencapai Rp 3 juta per unit. Sementara, saat ini mereka sedang kesulitan ekonomi karena tangkapan laut yang menurun akibat musim paceklik.
Setelah ditelusuri lebih lanjut, kata Martin, para nelayan itu ternyata tidak tahu-menahu apa tujuan mereka sebenarnya mendatangi ke PTUN pada hari itu. “Mereka jadi bingung karena ‘sponsor’ yang menyewa bus itu awalnya menjanjikan mereka pergi jalan-jalan. Tapi ternyata malah ke PTUN,” ucap Martin lagi.