REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri layanan Peduli Sahabat, Agung Sugiarto, heran dengan orang-orang yang mempermasalahkan aktivitasnya sebagai pendamping lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) yang ingin kembali ke kehidupan normal. Padahal, pria yang akrab disapa Sinyo ini hanya ingin membantu LGBT kembali pada fitrahnya.
“Saya mendirikan Peduli Sahabat apa urusannya dengan mereka. Saya cuma mau membantu, apa salahnya. Jangan-jangan mereka heterofobia,” ujarnya kepada Republika.co.id.
Penulis buku Anakku Bertanya tentang LGBT ini, sering dicap sebagai homofobia. Padahal, kata Sinyo, bisa jadi justru mereka yang heterofobia. “Kami mau membantu teman menjadi heteroseksual, kok kayaknya ‘panas’ banget,” kata dia.
Sinyo merasa aneh apabila para kelompok yang pro-LGBT "menyerang" kegiatan Peduli Sahabat. Pasalnya, layanan tersebut bukan anti terhadap LGBT.
“Kalian mau menjadi LGBT terserah, bukan urusan saya. Saya hanya bantu teman-teman LGBT yang tetap ingin di jalan Allah SWT dengan menjadi heteroseksual,” ujarnya menjelaskan.
Menurut dia, heterofobia cukup terlihat tidak hanya di Indonesia, tapi juga di dunia internasional. Kita, kata Sinyo, yang sedikit-sedikit membahas soal LGBT seringkali dianggap homofobia. Padahal, dalam Islam, ada kewajiban asasi di mana setiap umat harus mengingatkan saudaranya.
Di dunia internasional, seringkali menganut paham sekularisme sehingga LGBT tidak dipandang dari sisi agama. Namun, hal tersebut tidak bisa dilakukan d Indonesia mengingat sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pemberian pendampingan Sinyo terhadap LGBT bukanlah pemaksaan. Tujuan kegiatan Peduli Sahabat lebih bertujuan memberikan informasi dan edukasi ke masyarakat, di antaranya tentang bagaimana mendidik anak supaya orientasi seksualnya tidak berubah.