Rabu 13 Jan 2016 14:29 WIB
Fenomena Gerakan Sempalan Keagamaan

Dari Imam Sampurno, Entong Gendut, Wong Kere, Hingga Gafatar

Rep: muhammad subarkah/ Red: Muhammad Subarkah
  Warga melihat tabloid Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) terbitan 2014 di Jombang, Jawa Timur, Rabu (13/1).
Foto:
Warga melihat tabloid Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) terbitan 2014 di Jombang, Jawa Timur, Rabu (13/1).

Imam Sampurno berasal dari Desa Ampel di Surabaya. Ia dikenal sebagai lelaki yang sudah banyak berziarah ke berbagai tempat keramat, seperti hutan Lodoyo di Pegunungan Tengger (Jawa Timur), bermalam di area hutan Gunung Lawu (Jawa Tengah).

Pada suatu hari, seteah bersemedi di hutan Gunung Lawu, Imam Sampurno pergi ke hutan Lodoyo mengubah sebuah candi Brahma menjadi masjid. Juga, di sana ia menemukan seperangkat gamelan Jawa dan wayang. Para pengikutnya yakin, Imam Sampurno punya kekuatan hebat, seperti mampu mengubah diri dan pengikutnya menjadi macan.

Oleh warga sekitar hutan Gunung Lawu itu, gerakan Imam Sampurno diterima dengan baik. Apalagi, dia suka membagi-bagikan makanan. Mereka yang percaya, datang bertemu dengan dia untuk meminta bantuan mendapatkan kekayaan dan jabatan.

Karena terkenal mampu mengubah diri sebagai macan, warga tidak bisa sembarangan datang menemuinya. Mereka harus datang beramai-ramai bila ingin bertatap muka dengan Imam Sampurno. Tak hanya rakyat jelata yang menjadi pengikutnya, tapi pejabat penting juga mendukungnya, seperti para bupati Surakarta, anak pemimpin pesantren di sekitar Surakarta, hingga penghulu kabupaten.

Namun, gerakan ini kemudian menimbulkan masalah ketika Imam Sampurno mengklaim dirinya sebagai ‘Ratu Adil’. Pada Oktober 1819, ia mengeluarkan ramalan bahwa akan timbul wabah besar yang berasal dari sebelah barat. Bala tentara arwah Taragnyana akan datang seperti kabut dengan membawa pasukan yang membawa hewan berbisa, seperti ular, kalajengking,  serta lipan. Tentara Nyai Roro Kidul dan bala tentara Sunan Lawu nanti akan berperang menghadapinya.

Ramalan ini meluas dan membuat jengah Sunan Pakubuwono IV dan Residen Belanda di Surakarta Rijk van Perlin. Imam Sampurno ditangkap dan diasingkan ke luar Jawa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement