REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putri Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny wahid mengatakan, almarhum Gus Dur adalah politisi gagal karena tidak memiliki derajat pragmatisme sebagai seorang pemimpin. Yenny menjelaskan, Gus Dur enggan bersikap pragmatis sebagai pemimpin karena merasa harga yang harus dibayar suatu bangsa ketika pemimpinnya pragmatis itu luar biasa.
"Tapi yang terpenting bagi kami adalah sebuah misi meluruskan sejarah terkait pelengseran Gus Dur," ujar Yenny saat haul ke-6 wafatnya Gus Dur yang digelar Mahfud MD Initiative (MMD) di Jakarta, Senin (11/1) malam.
Dalam kesempatan itu hadir sejumlah tokoh antara lain pendiri MMD Initiative Mahfud MD, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, Ketua Majelis Penasihat Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (Kahmi) Akbar Tandjung, putri Gus Dur Yenny Wahid, Rois Syuriah PBNU KH Masdar Farid Mas'udi dan pengamat politik Adhie Massardi.
Yenny berharap kebenaran terkait penyebab lengsernya Gus Dur bisa diketahui seluruh dunia. Luhut Binsar Pandjaitan sebagai mantan menteri perindustrian dan perdagangan era Presiden Gus Dur menekankan pelurusan sejarah atas jatuhnya kepemimpinan Gus Dur memang diperlukan.
Menurut Luhut, Gus Dur tidak bermasalah secara hukum dan konstitusi. Pelengseran Gus Dur hanya berkaitan isu politis semata."Mungkin perlu dilakukan riset untuk meluruskan sejarah," jelas Luhut.
Dari sisi kepemimpinan, Luhut mengatakan, semasa kepemimpinan Gus Dur, banyak pernyataan Gus Dur yang jika dikaji maka ada benarnya. Misalnya soal pernyataan bahwa DPR seperti taman kanak-kanak."Jangan tersinggung. Perkataan Gus Dur soal DPR kayak taman kanak-kanak ternyata ada benarnya," ujar Luhut.