REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung selama 2015 dianggap masih lemah. Terbukti, masih banyak bangunan-bangunan ilegal di Kabupaten Bandung yang luput dari perhatian dewan.
Ketua Divisi Advokasi Forum Diskusi Anggaran (FDA) Kabupaten Bandung Denny Abdullah menuturkan, kinerja anggota DPRD Kabupaten Bandung selama 2015 terbilang mandul. Sebab, banyak persoalan yang dialami warga Kabupaten Bandung, tapi pada nyatanya tidak mendapat pengawasan dari dewan. "Minim sekali (pengawasannya). Kinerjanya jelek," ujar dia, Selasa (5/1).
Denny mencontohkan, supermarket Borma di Kecamatan Majalaya dibangun tanpa izin. Namun, lanjut dia, supermarket tersebut malah kokoh berdiri di tengah-tengah kawasan industri tekstil di Majalaya. Ia menilai dibangunnya Borma yang tidak berizin itu menandakan lemahnya pengawasan dewan selama 2015. "Bangunan yang menyalahi aturan tidak menjadi pengawasan mereka," ujar dia.
Selain itu pada 2014, sempat terjadi sengketa antara masyarakat dan pabrik Kahatex di Kecamatan Solokanjeruk. Sengketa ini terkait pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh Pemkab Bandung untuk perluasan pabrik.
Namun, IMB yang dikeluarkan ini tidak disertai Amdal sehingga dinilai merugikan lingkungan sekitar. Dalam persoalan ini, kata Denny, DPRD Kabupaten Bandung tidak menunjukan perannya. "Persoalan sengketa ini pun tidak menjadi bagian yang seharusnya dewan awasi. Ini gagal diawasi juga," tutur dia.
Tak hanya itu, DPRD Kabupaten Bandung juga tidak merespon persoalan antara warga Pameungpeuk dan pihak perusahaan Adetex beberapa pekan lalu. Buntut persoalan ini sampai membuat warga gerah sehingga berdemonstrasi soal limbah batu bara yang dihasilkan perusahaan itu.
"Demo masyarakat terkait Adatex yang masalah limbah batu bara ini, ijuga tidak ada respon sama sekali. Jadi respon dewan terhadap kondisi mayarkat selama 2015 itu minim sekali," kata dia.
Menurut dia, sebetulnya tidak ada kendala yang dialami dewan dalam melakukan pengawasan. Kata dia, kendala sebenarnya ada di internal dewan itu sendiri. "Masalahnya ada di internal dewan yang harus introspeksi pada 2016 ini," ujar dia.
Seharusnya, lanjut Denny, dewan mengambil langkah lebih lanjut terhada persoalan yang muncul di tengah masyarakat. Dewan pun bisa saja memberikan sanksi kepada beberapa SKPD yang dianggap jelek kinerjanya. Sanksi tersebut bisa berupa pemotongan anggaran.
Selain itu, dewan juga harus berani memanggil kepala daerah, atau bahkan mengeluarkan interpelasi jika diketahui melanggar. "Tidak cukup hanya dengan ngomong di media. Itu pun tidak ada tindak lanjut yang konkrit. Sebagian besar juga tidak terlihat melakukan apapun. saya pikir yang cukup sukses itu ya studi banding. Ini mah 100 persen berhasil," ujar Denny.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bandung Jajang Rohana menuturkan, jika ada temuan terkait pelanggaran apapun, termasuk bangunan liar, masyarakat harus segera melaporkan ke dewan. Sebab, diakui dia, dewan tidak bisa melakukan pengawasan hingga ke tingkat yang detil. "Karena keterbatasan jumlah (personel)," kata dia.
Saat ini sendiri, kata dia, tidak ada laporan yang masuk ke pihaknya terkait temuan-temuan pelanggaran yang terjadi di Kabupaten Bandung. Namun, menurut dia, masyarakat juga harus turut mengawasi sebagai bagian dari stake holder yang ada. "Belum ada laporan. Ketika ada bangunan yang tanpa izin, laporkan. Mungkin bukan borma saja, mungkin masih banyak lagi," ujar dia.