Ahad 03 Jan 2016 22:51 WIB

Tenggelamnya KM Marina Baru Diduga Langgar Jalur

Tim SAR mengevakuasi korban tenggelamnya KM Marina Baru 2B di Teluk Bone, Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara,Ahad (20/12). (Antara/jojon)
Tim SAR mengevakuasi korban tenggelamnya KM Marina Baru 2B di Teluk Bone, Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara,Ahad (20/12). (Antara/jojon)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA --  Praktisi pelayaran pemilik kapal layar fiber, Achmad Fadjar mengatakan, tenggelamnya KM Marina Baru 2B pada 19 Desember lalu di perairan Teluk Bone diduga karena langgar jalur. "KM Marina Baru sebenarnya cuma menyeberang Teluk Bone, tidak melalui laut terbuka seperti Laut Jawa. Sedangkan cuaca di Teluk Bone tergolong ekstrim, sehingga saya menduga perubahan cuaca ini juga menjadi penyebabnya," katanya ketika dikonfirmasi di Surabaya, Ahad (3/1).

(Baca Juga: Basarnas Apresiasi Kinerja Tim Gabungan Pencari Korban KM Marina).

Ia mengatakan cuaca di Teluk Bone tergolong ekstrem karena perubahan cuaca bisa berlangsung dengan cepat serta tidak ada data yang memadai tentang arus dan ombak di Teluk Bone. "Jika benar saat itu gelombang setinggi lima meter, saya kira kapal dengan jenis material apapun akan bermasalah. Namun syahbandar setempat dan nahkoda seharusnya memahami karakteristik alur pelayaran di Teluk Bone, sehingga dapat membuat prediksi dan mengambil keputusan yang tepat," paparnya.

Selain itu, tambahnya konstruksi atas kapal juga berpengaruh pada saat terjadi kecelakaan. Jika alat keselamatan lengkap dan disosialisasikan sesuai standar, seharusnya korban jiwa tidak sebanyak ini. "Saya menduga ada masalah pada akses keluar dari kabin penumpang sehingga menyebabkan banyak penumpang terjebak pada saat kapal mulai tenggelam," terangnya.

Di sisi lain, sekjen Asosiasi Pemuda Maritim Indonesia (APMI), Ahlan Zulfakhri menjelaskan bahwa pertimbangan pemilihan bahan sebuah kapal umumnya dilatarbelakangi oleh fungsi kapal tersebut.

"Saya kira syahbandar dan Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub sudah mengetahui tentang itu. Pada Solas atau Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) Volume II tentang konstruksi kapal juga diterangkan soal hal tersebut," jelasnya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan bahwa agar pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan menegaskan implementasi peraturan mengenai penggunaan bahan kapal sesuai dengan fungsi kapal. Demikian juga dengan alur pelayaran yang diperbolehkan untuk jenis kapal tersebut.

"Walau masih menunggu hasil investigasi KNKT, pihak yang sepatutnya bertanggung jawab atas karamnya KM Marina Baru 2B tersebut adalah syahbandar. Tidak sedikit kapal cepat penumpang (high speed passenger vessel) berbahan non ferros (bukan baja) yang kini beroperasi di perairan Indonesia," tandasnya. 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement