REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tindakan sejumlah anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI yang masih mempersoalkan legalitas menuai reaksi negatif. Hal itu dikarenakan anggota MKD wajib memahami tata persidangan, yang seharusnya tidak lagi membahas legalitas alat bukti.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti mempertanyakan kualitas sejumlah anggota MKD, yang menjadi hakim dalam dua sidang terkait kasus pencatutan nama yang diduga dilakukan oleh Ketua DPR RI Setya Novanto.
Pasalnya dalam dua sidang yang telah digelar, sejumlah anggota MKD masih mempersoalkan masalah legalitas alat bukti rekaman, yang seharusnya tidak lagi dilakukan di persidangan.
Ia menegaskan bahwa sebagai bagian dari hakim di persidangan MKD, para anggota wajib memahami tata cara persidangan, yang tentu sudah tidak lagi mempersoalkan legalitas alat bukti bila sudah di persidangan.
Dengan tindakan sejumlah anggota MKD yang masih mempersoalkan legalitas, Ray menduga sejumlah anggota MKD tersebut, tidak memahami tata cara persidangan.
"Kalau masih persoalkan legalitas alat bukti, jangan-jangan mereka itu tidak memahami tata cara persidangan," katanya kepada Republika.co.id, Jum'at (4/12).
Terkait omongan sejumlah anggota MKD yang mengungkapkan rencana pemanggilan kembali, Ray mengatakan pemanggilan kembali memang bisa dan boleh saja untuk dilakukan.
Hal itu bisa dilakukan MKD, lanjut Ray, untuk mendapatkan bukti-bukti baru dan memperkuat dugaan-dugaan, terkait rekaman yang telah diberikan Menteri ESDM dan keterangan Presiden Direktu PT. Freeport Indonesia.
Namun, ia menekankan orang-orang yang hendak dipanggil merupakan mereka yang memang bersangkutan dan berada di dalam rekaman, seperti Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid.
Sementara, omongan sejumlah anggota MKD yang hendak mengundang Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan, dianggap tidak relevan karena tidak berada di dalam rekaman.