Sabtu 28 Nov 2015 12:56 WIB

Selasa, Revisi UU KPK akan Disahkan Jadi Inisiatif DPR

Rep: Agus Raharjo/ Red: Dwi Murdaningsih
Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, Firman Subagyo
Foto: dpr.go.id
Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, Firman Subagyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah sudah menyepakati perubahan program legislasi nasional prioritas (prolegnas) prioritas 2015. Dua Rancangan Undang-Undang (RUU) yang disepakati pada rapat kerja Baeg dengan pemerintah, Jumat (27/11) kemarin adalah Perubahan (revisi) UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan RUU Pengampunan Pajak.

Revisi UU KPK yang sebelumnya menjadi inisiatif pemerintah diambil alih untuk menjadi usulan DPR. Sedangkan RUU Pengampunan Pajak diusulkan oleh pemerintah. Wakil Ketua Baleg, Firman Subagyo mengatakan, seluruh fraksi di DPR sudah sepakat dengan perubahan prolegnas prioritas 2015 ini. Meskipun, masa sidang tahun 2015 hanya menyisakan waktu 3 minggu kedepan. Untuk itu pembahasan revisi UU KPK akan dilakukan lebih cepat oleh DPR.

Namun, hasil kesepakatan di Baleg soal revisi UU KPK, masih membutuhkan persetujuan seluruh anggota DPR dalam rapat paripurna. Dari Baleg, kata Firman, hasil ini akan dilaporkan ke pimpinan DPR untuk dibawa ke rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk dimasukkan dalam agenda rapat paripurna selanjutnya. “Insya Allah kalau bisa Selasa ada paripurna disahkan, setelah itu baru DPR akan kirim surat ke Presiden,” kata Firman pada Republika.co.id, Sabtu (28/11).

Politikus Parai Golkar ini menambahkan, setelah disetujui di rapat paripurna, DPR akan mengirim surat ke Presiden. Selanjutnya, pembahasan revisi UU KPK ini dapat dilanjutkan atau tidak sangat tergantung pada pandangan Presiden Joko Widodo. Tanpa persetujuan Presiden, revisi UU KPK tidak dapat dilanjutkan. Sebab, untuk membahas revisi UU KPK ini dibutuhkan persetujuan oleh DPR dan Presiden.

“Kalau Presiden menganggap ini penting, Presiden akan langsung menerbitkan Surpres (surat presiden), tapi kalau tidak terbit Surpres, Presiden tidak menganggap ini urgen,” ujar Firman.

Namun, kalau Presiden tidak menerbitkan Surpres untuk melanjutkan pembahasan revisi UU KPK, maka terjadi perbedaan pandangan lagi antara Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly dengan Presiden Jokowi. Perbedaan itu juga yang membuat inisiatif revisi UU KPK dikembalikan ke dewan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement