Kamis 19 Nov 2015 23:30 WIB

DKI Sebut Ada Lima Kerancuan dalam Perjanjian Bantargebang

Rep: C37/ Red: Karta Raharja Ucu
Petugas pemadam kebakaran berusaha memadamkan api kebakaran gunungan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (15/9).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Petugas pemadam kebakaran berusaha memadamkan api kebakaran gunungan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (15/9).

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Dalam rapat kerja antara DPRD Kota Bekasi, Rabu (18/11) petang, terungkap sedikitnya ada lima poin kerancuan dalam perjanjian kerja sama (PKS), antara Pemprov DKI Jakarta dengan Pemkot Bekasi serta kontrak dengan PT Godang Tua Jaya (GTJ) selaku pengelola TPST Bantargebang.

Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Isnawa Adji, mengklaim selama ini sudah menagih kewajiban PT GTJ yang belum dilaksanakan terkait pengelolaan TPST Bantargebang, sesuai kontrak kerja sama antara Pemprov DKI dan PT GTJ. Namun, beberapa poin perjanjian justru terdapat dalam PKS yang dilakukan antara Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi.

"Harusnya terpisah. Jadi jelas. Makanya, kami ingin duduk bareng untuk melihat hal itu," kata dia usai Raker di Gedung DPRD Kota Bekasi, Rabu (18/11) petang.

Kepala Unit Pengelola Sampah Terpadu Dinas Kebersihan Pemprov DKI Jakarta Asep Kuswanto menambahkan, kelima poin yang mengalami kerancuan antara kedua perjanjian itu antara lain pengendalian air licit atau lindi, sanitary landfill dan pembuatan serta pemeliharan buffer zone. Asep menerangkan, idealnya poin-poin tersebut tidak perlu dimasukkan dalam MoU antara Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi dalam PKS No 71/2009 tentang No 71/2009 tentang Peningkatan Pemanfaatan Lahan TPA menjadi TPST Bantargebang.

Seharusnya Pemprov DKI Jakarta dalam MoU hanya memiliki kewajiban pengawasan. "Kalau dimasukkan dalam PKS itu jadi kewajiban Pemprov," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement