REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku memberikan lampu hijau kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, untuk melaporkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan DPR (MKD).
"Iya (saya beri lampu hijau), selama dapat dipertanggungjawabkan, karena jika benar akan berbahaya apalagi dengan orang asing dan perusahaan besar," katanya usai menghadiri Pertemuan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) 2015 di Manila, Kamis (19/11).
Wapres mengatakan, jika permasalahan tersebut tidak selesai dan jelas, akan menyebabkan hilangnya kepercayaan para investor untuk berinvestasi di Indonesia. Terlebih, Setya Novanto membawa nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden.
(Baca: Menteri ESDM Serahkan Rekaman Suara Pertemuan Setnov-Freeport ke MKD)
Menurut dia, karena menyangkut nama petinggi negara, akan merusak citra Indonesia khususnya di mata para investor, dan jika para investor tidak lagi percaya dengan pemerintah, maka negara yang dirugikan.
"Karena menyangkutkan Presiden dan Wapres untuk urusan komisi-komisi dan sebagainya, itu berbahaya, itu menghina. Bahayanya adalah, orang nanti tidak percaya lagi terhadap pemerintah. Kalau tidak percaya lagi ke Presiden dan Wapres maka negeri ini rusak," ujarnya.
JK menjelaskan, dirinya sudah bertemu dengan Sudirman Said sebelum Menteri ESDM juga telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Ia menambahkan jika memang benar fakta yang dimiliki Sudirman Said tersebut bisa dipertanggungjawabkan, maka sudah selayaknya dilaporkan ke MKD.
"Presiden dan Wakil Presiden dianggap korupsi, kalo begitu bagaimana? Nanti tidak ada lagi (investor) yang mau datang ke Indonesia. Oleh karena itu kenapa Sudirman Said harus melakukannya," katanya.
Menurut Jusuf Kalla, transparansi itu merupakan sebuah keharusan. Dia mengatakan kepada Sudirman, jika seorang pejabat mengetahui ada pelanggaran di instansi atau di luar instansi oleh orang yang tidak bertanggung jawab, tidak bisa didiamkan. "ini harus di-clear-kan," ujarnya.
Sebelumnya, Sudirman Said mengungkapkan ada politisi dan pengusaha yang menjual nama dua pemimpin Indonesia guna memperoleh saham Freeport sebesar 20 persen yang nantinya akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo sebesar 11 persen dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebesar sembilan persen.
Kedua orang itu disebut-sebut meminta 49 persen saham pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Urumuka yang akan dibangun di Papua, sekaligus meminta PT Freeport Indonesia untuk membeli listrik yang dihasilkan.
Setya Novanto yang diduga terlibat pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla mengenai perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI), berkilah dia tidak pernah meminta saham dari perusahaan itu. Dia menyayangkan beredarnya transkrip pembicaraannya dengan Presdir PTFI, MS dan R yang akhirnya menimbulkan kegaduhan.
Berita Lainnya:
Sudirman Said Enggan Tanggapi 'Serangan' Menkopolhuka
Luhut: Tak Untungkan Indonesia, Kontrak Freeport akan Diputus