REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan masa buruh yang tergabung dari Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) dan KSPSI dari seluruh Jawa Barat melakukan aksi unjuk rasa di hari Sumpah Pemuda, Rabu (28/10).
Mereka berkumpul di Istana Negara sejak pagi, menyuarakan penghapusan Peraturan Presiden (PP) No 78 Tahun 2015. "Untuk tuntutan sendiri, sekarang kami masih fokus di PP No 78 agar dicabut," ujar presiden KSPSI, Andi Ghani Nenawea, Rabu (27/10).
Menurutnya, adanya peraturan baru tersebut dapat membelenggu demokrasi buruh. Dia menilai kebebasan buruh untuk berjuang sangat dibatasi. Karena tidak ada ruang runding, jadi mereka sudah menaikan upah buruh di sistem inflasi dan pertumbuhan ekonomi. "Misalnya inflasi naik empat persen, kenaikan upah buruh hanya sembilan persen," kata dia.
Sebelumnya survei Kehidupan Hidup Layak (KHL) sendiri yang seharusnya setahun sekali, menjadi lima tahun sekali. Selain itu, kenaikan gaji pun tidak dapat dirundingkan. "Tentunya itu menciderai hak demokrasi buruh," kata dia.
PP No 78 Tahun 2015 sendiri telah disahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang pengupahan. Untuk formula pengupahan dalam peraturan ini menggunakan angka inflasi nasional dan perumbuhan ekonomi nasional, sebagai variabel utama dalam perhitungan kenaikan upah minimum.
Berarti Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2016, sudah ditetapkan pada 1 November 2015. Kemudian harus menggunakan formula yang baru ini.
Masa buruh juga mengatakan jika tuntutan tidak dipenuhi, unjuk rasa akan kembali digelar. Rencananya mereka akan kembali berdemonstrasi pada akhir Oktober.