REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Bahasa lokal, termasuk bahasa daerah beserta variasi dialeknya, harus dipertahankan sebagai pembangun identitas, kata Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah Pardi Suratno.
"Orang Jawa, misalnya, diidentifikasi dari bahasa yang digunakan sehari-hari. Orang Bugis dikenal karena berbahasa Bugis, kemudian orang Madura, Sunda, dan sebagainya," katanya di Semarang, Kamis (3/9).
Hal tersebut diungkapkannya usai kegiatan Language Maintenance and Shift (Lamas) V bertema "The Role of Indigenous Language in Constructing Identity" yang berlangsung pada tanggal 2--3 September 2015.
Menurut dia, bahasa merupakan wadah kebudayaan yang mencerminkan identitas pemiliknya, termasuk bahasa daerah, sehingga harus terus diajarkan, dilestarikan, dan dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
"Kalau di Jateng, kami mengapresiasi dengan adanya Peraturan Daerah Nomor 9/2012 tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Jawa. Ini merupakan wujud kepedulian terhadap pelestarian bahasa daerah," katanya.
Bahasa daerah yang digunakan di Jawa Tengah secara umum, kata dia, adalah bahasa Jawa. Namun, karena wilayah yang luas dan pengaruh kekuasaan zaman kerajaan, tercipta berbagai dialek bahasa.
"Berbagai dialek itu, misalnya bahasa Jawa Solo yang standar, kemudian ada dialek Banyumasan, Tegal, Pati, dan sebagainya. Umumnya, dialek-dialek ini berkembang di daerah pesisir," katanya.
Sejalan dengan regulasi itu, kata dia, masyarakat lokal diperbolehkan untuk mengajarkan, melestarikan, dan memanfaatkan dialek-dialek khas yang diwariskan leluhurnya itu kepada generasi muda.
"Jadi, di Banyumas atau Tegal, misalnya, tidak harus mengajarkan bahasa Jawa sebagaimana Solo. Namun, mengajarkan dialek-dialek khas setempat, termasuk pula kesenian dan adat istiadatnya," katanya.
Pardi juga mengingatkan bahwa bahasa daerah tidak hanya terdapat di Indonesia, tetapu juga terdapat di berbagai negara lain yang memiliki ciri khas tertentu, belum termasuk dialek yang menjadi variasinya.
"Oleh karena itu, kami undang mereka semua dalam Lamas ini yang menjadi ajang pertemuan dan komunikasi para pemerhati bahasa lokal, bahasa daerah di seluruh provinsi, termasuk luar negeri," katanya.
Kegiatan tahun yang sudah rutin digelar sejak lima tahun lalu itu dihadiri oleh para pengajar bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia dan luar negeri.
"Dari luar negeri, ada pengajar dari Amerika Serikat, India, Libya, dan Malaysia. Kalau total peserta yang hadir ada 108 orang. Semua peserta diwajibkan untuk menyusun dan menyampaikan makalah," ungkapnya.