Kamis 27 Aug 2015 12:13 WIB

Menteri Yohana: PBB akan Gunakan Slogan Revolusi Mental

Rep: C02/ Red: Bayu Hermawan
Mudik Ramah Anak: Menteri Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Yohana Yembise meninjau Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Jumat (10/7).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Mudik Ramah Anak: Menteri Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Yohana Yembise meninjau Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Jumat (10/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPP dan PA) Yohana Yambise mengungkapkan bahwa Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) akan mengadopsi slogan Revolusi Mental.

Hal itu ia ketahui saat kunjungannya ke New York dengan agenda UN Womens tentang planet 50 : 50 by 2030 step it Up for Gender Equality. Yohana menyebutkan, UN Womens menilai  revolusi mental sangat menarik diterapkan di PBB.

Apalagi salah satu tujuan dari revolusi mental itu adalah mengubah pola pikir manusia ke arah yang lebih baik. UN Womens kata Yohana juga meminta, sebelum Presiden Indonesia berangkat ke pertemuan PBB. Indonesia harus menyusun konsep dan indikator untuk disampaikan ke seluruh negara agar target SDGs tercapai di seluruh dunia.

"PBB akan gunakan istilah revolusi mental, khususnya UN Womens. Mereka ingin kita buat indikator agar disampaikan saat Presiden Indonesia ke PBB," katanya di Jakarta, Kamis (27/8).

Semetara itu, untuk membuat indikator, Yohana pun meminta bantuan akademisi ataupun  Pusat Kajian Politik di seluruh Universitas di Indonesia. Untuk setiap indikator, Yohana menginginkan disertai dengan kajian-kajian ilmiah.

Sehingga dampak positif dan negatif dari setiap indikator  terlihat dan bisa dipilah untuk disampaikan ke PBB oleh Presiden Joko Widodo. Target penyetaraan gender masuk dalam kategori lima target pembangunan dunia (SDGs). 

Sampai tahun 2019, penyeteraan gender harus dinaikan menjadi 30 per 70 persen laki-laki. Sehingga  pada  tahun 2030, target penyetaraan gender dalam SDGs bisa tercapai dengan persentase 50 per 50 persen laki-laki.

Di Indonesia, Yohana menyampaikan penyetaraan gender di Indonesia masih lemah. Hal ini terlihat dari meningkatnya kekerasan terhadap perempuan dan anak.  Bahkan Indonesia masuk dalam kategori darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak meskipun dinilai bagus dalam sitem pemerintahan.

Yohana menghimbau,  disampaikannya indikator-indikator persamaan gender ini bisa mengurangi  kekerasan perempuan dan anak di dunia, khususnya di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement