REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardani menilai pengajuan dana aspirasi, secara prinsip, membuat wewenang DPR menjadi tumpang tindih.
Karena fungsi utama DPR, lanjutnya, hanya meliputi persoalan perundang-undangan dan pengawasan anggaran.
Sedangkan yang memiliki fungsi mendistribusikan anggaran, kata Sri, berada di eksekutif, yakni birokrasi. "Pengawasan distribusi anggaran ini yang menjadi fungsi DPR," jelasnya pada Republika, Selasa (16/6).
Ia juga mengaku tidak tahu dari mana asal aspirasi dana ini bisa muncul. Karena walaupun pengajuan anggaran itu diatur dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), namun penjelasan di dalamnya hanya bersifat umum atau tidak spesifik anggota DPR dapat mendistribusikan anggaran.
Seperti diketahui, DPR kembali mengajukan dana aspirasi senilai Rp 11,2 triliun, dengan masing-masing anggota DPR mendapatkan Rp 20 miliar. Dana ini juga akan diajukan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Sebelumnya, pada 2009, dana aspirasi juga sempat diajukan oleh DPR, namun ditolak oleh mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono.