REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A.
"Di Bali kemarin, para pedagang yang ada di Pantai Kuta dan Sanur menanyakan bagaimana bisa melayani para turis, dan pekerjaan mereka tidak hilang. Maka saya memberikan cara untuk mengatasi itu, petunjuk teknis sudah keluar, sudah kita kasih," kata Menteri Perdagangan Rachmat Gobel di Jakarta, Kamis (16/4).
Rachmat mengatakan dalam menetapkan petunjuk teknis (juknis) tersebut, pihaknya telah beerbicara dengan para pedagang dan juga para tokoh masyarakat adat, dimana nantinya mereka secara bersama-sama juga turut mengawasi peredaran minuman beralkohol golongan A itu. "Untuk juknis, saya berbicara dengan para pedagang dan juga tokoh adat, mereka bersama-sama akan mengontrol," ujar Rachmat.
Beberapa waktu lalu, Rachmat mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Perubahan Kedua Atas Permendag Nomor 20/M-DAG/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol, yang melarang minimarket menjual minuman beralkohol golongan A karena dianggap meresahkan masyarakat. "Peraturan tersebut berlaku untuk semua daerah (pelarangan penjualan minuman beralkohol di minimarket), tidak terkecuali. Banyak masyarakat yang khawatir dengan dijualnya minuman beralkohol di minimarket, karena mengganggu ketenangan masyarakat," ujar Rachmat.
Rachmat menjelaskan alasan di balik dikeluarkannya Permendag 06/2015 tersebut antara lain adalah banyak anak-anak di bawah umur yang membeli minuman beralkohol golongan A tersebut dan tidak dilarang oleh minimarket.
Sementara itu Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Srie Agustina mengatakan bahwa dikeluarkannya juknis tersebut bukan hanya karena adanya masalah di Bali saja. "Juknis sudah keluar 15 April 2015, dan saya harus membuat petunjuk pelaksanaan tidak juga karena Bali. Bagi kawasan daerah wisata, diperbolehkan menjual minuman beralkohol golongan A, namun para pedagang tersebut harus terbentuk dalam satu wadah atau kelompok," ujar Srie.
Wadah tersebut, lanjut Srie, bisa berupa kelompok usaha bersama, koperasi, atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan para pedagang yang menjual minuman beralkohol golongan A untuk diminum langsung tersebut, harus terdaftar di dalam salah satu kelompok itu.
"Dalam pelaksanaannya, mereka bisa bekerja sama dengan hotel, bar, restoran, supermarket dan hypermarket untuk pengadaan barangnya," kata Srie. Srie menambahkan aturan tersebut bukan hanya dibuat untuk Bali saja, akan tetapi untuk keseluruhan daerah wisata, dimana untuk daerah wisata tersebut diatur oleh masing-masing pemerintah daerah.
"Sepanjang mereka memiliki aturan daerah atau perda yang menetapkan bahwa di daerah mereka adalah lokasi wisata, berdasarkan perda, maka berlaku pertunjuk teknis tersebut," kata Srie. Terkait dengan sanksi, Srie mengatakan bahwa jika ada pelanggaran seperti minimarket yang masih berjualan minuman beralkohol golongan A tersebut, maka untuk tahap pertama akan diberikan surat teguran yang nantinya bisa menjadi pencabutan izin usaha.
"Pertama, bagi minimarket yang melanggar, akan dikasih teguran, dan dicabut izinnya. Sementara untuk pengawasan, ada tim terpadu yang dibentuk oleh bupati dan walikota yang dilakukan oleh daerah. Tapi khusus di daerah wisata, dalam hal ini bupati dan walikota boleh melibatkan tokoh adat," kata Srie.
Dengan dikeluarkannya Permendag 06/2015 tersebut pemilik minimarket wajib menarik minuman beralkohol dari gerai dalam waktu paling lama tiga bulan mendatang atau hingga 16 April 2015 untuk mengosongkan minimarket dari minuman beralkohol.
Kurang lebih ada sembilan jenis minuman beralkohol golongan A yang beredar di Indonesia, yaitu shandy, minuman ringan beralkohol, bir, lager, ale, bir hitam atau stout, low alcohol wine, minuman beralkohol berkarbonasi dan anggur brem Bali.