REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Keluarga korban pembunuhan di Pekanbaru, Riau, kecewa dengan keputusan Presiden Joko Widodo yang mengabulkan grasi terpidana Dwi Trisna Firmansyah (27 tahun). Awalnya, pelaku yang divonis hukuman mati kini menjadi hukuman pidana seumur hidup.
Adik korban, Muzniza (43 tahun) bersama dengan Istri korban Sulastri Yahya (60) dan anaknya Rian Rahmat Hidayat (21) mengatakan, bahwa tidak seharusnya Dwi mendapat grasi dari Presiden dengan alasan-alasan yang disampaikannya melalui kuasa hukum.
"Sejumlah alasan yang disampaikan oleh kuasa hukum terpidana sangat tidak benar. Seperti terpidana baru melakukan pembunuhan satu kali, kemudian terpidana telah meminta maaf kepada keluarga atau terpidana tidak saling mengenal dengan pelaku lainnya," kata adik korban, Muzniza.
Sebelumnya pada Jumat (13/3), kuasa hukum terpidana mati Dwi, Asep Rukhiyat menyampaikan bahwa Presiden Jokowi mengabulkan permohonan grasi Dwi menjadi hukuman seumur hidup.
Dalam keterangannya, Asep mengatakan pertimbangan pengabulan grasi tersebut adalah karena terpidana dijebak oleh kedua terpidana lainnya, Chandra Purnama dan Andi Paula. Kemudian terpidana juga telah meminta maaf kepada keluarga korban.
Menanggapi hal itu, Muzniza mengatakan pihak keluarga tidak pernah menerima permohonan maaf dari terpidana. Kemudian, Muzniza juga meyakini bahwa terpidana Dwi dengan terpidana Chandra dan Andi saling kenal. Hal itu dikuatkan dengan adanya rekaman telepon genggam milik Chandra yang ditemukan oleh keluarga korban saat banding ke Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.
Pihak keluarga meminta kepada Presiden agar meninjau kembali grasi yang telah diberikan, karena dirinya khawatir ketika Dwi mendapatkan grasi, maka dua terpidana lainnya juga akan mendapatkan grasi yang sama.