REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) KH Hasyim Muzadi menyatakan Presiden dan Pemerintah tidak boleh ragu-ragu dalam menjalankan eksekusi terhadap terpidana mati.
Hasyim Muzadi mengatakan keraguan dan penundaan tidak akan menuai simpati dari dunia internasional.
"Karena imbauan mereka sesungguhnya adalah diplomasi, bukan kepentingan kebenaran, karena di negara mereka sendiri ada hukuman mati. Bahkan mereka diam-diam mencibir Indonesia sebagai negara gampangan," tambah mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.
Di dalam negeri pun, kata Hasyim, kepercayaan rakyat kepada Presiden dan pemerintah akan turun, apalagi pamornya mulai merosot.
"Salahnya Indonesia ialah terlalu mengobral media, sehingga transparansi menjadi overdosis. Pak Jokowi, ingat 'sabdo pandito ratu'," kata Hasyim.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhi Purdijatno membantah bila Pemerintah Indonesia menunda eksekusi terhadap 10 terpidana mati kasus narkoba itu.
Tedjo mengatakan, Pemerintah Indonesia menghargai upaya proses hukum Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh terpidana mati asal Filipina Mary Jane Viesta Feloso ke Mahkamah Agung (MA).
Menurut Tedjo, tidak ada masalah dengan persiapan eksekusi terhadap terpidana mati gelombang kedua.
Mengenai tekanan pembatalan eksekusi oleh Pemerintah Australia dan Brazil, menurut Tedjo itu hal wajar, karena Pemerintah Indonesia juga akan melakukan hal yang sama bila ada warganya yang akan dihukum mati oleh negara lain.
Yang pasti, menurut Tedjo, Indonesia bergeming dengan pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkoba tersebut dan tidak terpengaruh oleh tekanan negara lain.