Jumat 06 Mar 2015 19:57 WIB

Soal Inpres, Sebaiknya Jokowi Maksimalkan UU yang Ada

Rep: C26/ Red: Ilham
Presiden Jokowi.
Foto: Antara
Presiden Jokowi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Chudry Sitompul menilai Instruksi Presiden (Inpres) 2015 tentang pemberantasan korupsi tidak berkaitan dengan KPK. Namun, Inpres menjadi hal yang sia-sia dilakukan pemerintah karena sudah banyak Undang-undang pemberantasan korupsi yang ada di Indonesia.

Ia menyarankan, lebih baik memaksimalkan Undang-undang korupsi yang sudah ada dengan institusi-institusi terkait. Bukan memperbanyak institusi dan kebijakan namun minim hasil yang dicapai.

Meski begitu, dia mengakui penerbitan Inpres ini tidak akan membatasi kewenangan KPK sebagai lembaga hukum independen di Indonesia. "KPK kan dasarnya Undang-undang, bukan Inpres," ujar Chudry saat dihubungi ROL, Jumat (6/3).

Menurut Chudry, Inpres adalah kebijakan presiden yang sifatnya di bawah Undang-undang. Sebagai lembaga yang tidak berada dibawah presiden, Inpres tentu tidak berlaku bagi lembaga hukum yang dua pimpinannya sedang dinonaktifkan karena berstatus tersangka. KPK bisa terus berjalan sebagaimana fungsi dan tujuannya.

Inpres tersebut wacananya akan memfokuskan pada pencegahan korupsi sebesar 70-75 persen. Ditambahkan Chudry, kehadiran kebijakan Presiden Jokowi itu tidak akan melemahkan KPK sebagai lembaga hukum. 

Saat ini Inpres masih dalam tahap final yang direncanakan akan dikeluarkan beberapa hari ke depan. Sebelum terbit, Inpres ini sudah menuai banyak pro dan kontra dari berbagai kalangan. Bahkan, ada wacana langkah ini nantinya akan mengkerdilkan KPK. Namun, ada juga yang mendukung Inpres ini akan menjadi penguatan koordinasi KPK dengan lembaga lainnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement