REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, tak menginginkan penerapan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 sampai pada tahap menerapkan sanksi pidana. Penerapan pidana baru diterapkan jika memang ada pihak yang melawan aparat yang sedang menjalankan tugas.
"Aturan hukumnya ada di KUHP maupun perundangan lain seperti UU Kesehatan dan UU Karantina Wilayah, dan sebagainya," jelas Mahfud dalam keterangannya, Sabtu (8/8).
Meski hukum materiilnya sudah tersedia, sebagaimana telah dimaklumatkan oleh kapolri beberapa waktu lalu, Mahfud tak ingin penerapan Inpres tersebut hingga pada tahap sanksi pidana. Karena itu, tahapan awal yang dilakukan adalah sosialisasi seperti pemakaian masker, cuci tangan dan pengaturan kerumunan massa seperti di mal atau pasar.
Menurut Mahfud, jika terjadi pelanggaran maka akan diupayakan tindakan persuasif atau meningkat ke administratif. Mahfud menerangkan, masing-masing daerah sudah membuat aturan sesuai kearifan lokal masing-masing.
Sebagai contoh, Mahfud mengapresiasi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakartan Sri Sultan Hamengkubuwono X, yang akan mengedepankan tindakan persuasif. Pendekatan untuk masyarakat Yogyakarta tentu beda dengan provinsi lain, karena beda kultur dan adat.
"Paling bagus memang pendekatan persuasif, dan atas kesadaran masyarakat mendisiplinkan diri,” kata Mahfud.
Sebagai kordinator, dalam waktu dekat Mahfud segera mengumpulkan menteri terkait dan para kepala daerah untuk membicarakan tahapan-tahapan penerapan disiplin dan penegakan hukum tersebut, sesuai Inpres No. 6 Tahun 2020. Penerapannya akan disesuaikan dengan tingkatan zona daerah. Zona merah tidak akan sama penanganannya dengan zona hijau atau kuning.
Terkait adanya kritik pelibatan TNI dan Polri dalam penanganan covid-19, menurut Mahfud, tidak ada masalah. Sebab, ini merupakan tugas kemanusiaan, bukan penanganan kejahatan terorisme atau tindak pidana lain.
“Penanganan covid merupakan tugas bersama satu kesatuan, dan tidak membedakan sipil atau militer,” ujar Mahfud.
Selama ini, TNI dan Polri juga sudah dilibatkan dalam penyaluran bantuan, juga pengawasan agar bantuan tersebut sampai pada sasaran. Bahkan Polri ikut membantu sampai penanganan pemakaman jenazah.
Mahfud juga menerangkan, latar belakang dikeluarkannya Inpres Nomor 6 tersebut adalah untuk mengefektifkan seluruh upaya pemerintah di dalam penanganan covid 19. Masyarakat masih belum sepenuhnya mematuhi protokol kesehatan.
“Inpres itu sendiri bertujuan untuk lebih mendisiplinkan masyarakat dalam mengikuti protokol kesehatan,” ujar Mahfud.
Di samping itu, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengatakan, Instruksi Presiden (Inpres) No 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 untuk menekan penyebaran virus Corona di Tanah Air. Kebijakan ini sangat diperlukan karena tren kasus positif di Indonesia belum melandai.
"Dan rasio angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia berada pada angka 4,65 persen," kata Panglima TNI saat memimpin rapat secara virtual dengan jajaran TNI yang membahas evaluasi pendisiplinan protokol kesehatan dan tindak lanjut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020, bertempat di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat.
Karena itu, dalam melaksanakan Inpres tersebut, maka Panglima TNI memerintahkan seluruh Pangkotama dan Komandan Satuan Kewilayahan agar melaksanakan koordinasi yang baik dengan Forum Kooordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) serta komponen lainnya untuk merumuskan implementasi Instruksi Presiden di wilayahnya masing-masing. "Komandan Satuan Kewilayahan agar melaksanakan koordinasi secara intens dengan jajaran Polri dan instansi terkait lainnya untuk menggiatkan patroli penerapan protokol kesehatan di masyarakat khususnya di ruang publik," ucapnya.