REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Widjajanto mengatakan Indonesia tetap melaksanakan eksekusi mati, walaupun beberapa negara melalui kedutaaannya melakukan lobi pembatalan eksekusi tersebut.
Rencana pelaksanaan kembali eksekusi mati para bandar narkoba yang akan dilakukan dalam waktu dekat akan dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo.
“(Eksekusi mati) akan dilaporkan,” tegas Andi, Rabu (4/3).
Sementara Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Tedjo Edhi Purdijatno mengemukakan, hingga saat ini masih ada (negara lain) yang melakukan lobi, tapi Presiden (Joko Widodo) masih tetap pada pendirian untuk tidak memberikan pengampunan kepada terpidana mati narkoba.
Saat ditanya kapal pelaksanaan eksekusi gelombang kedua terpidana mati narkoba, Menko Polhukam tidak menyebutkan secara pasti.
“Jangan tanya waktunya, akan sesegera mungkin,” tegasnya.
Menurut Menko Polhukam, pelaksanaan eksekusi tersebut masih menunggu masalah teknis, bukan karena terpengaruh tekanan dari negara lain.
“Ini masih menunggu masalah teknis. Untuk menggeser narapidananya dari Bali dan Madiun kan butuh waktu,” jelasnya.
Pada eksekusi tahap kedua ini, Kejagung akan mengeksekusi 11 terpidana mati yang sudah ditolak permohonan grasinya.
Kesebelas terpidana mati itu adalah:
1. Syofial alias Iyen bin Azwar (WNI) kasus pembunuhan berencana;
2. Mary Jane Fiesta Veloso (WN Filipina) kasus narkotika;
3. Myuran Sukumaran alias Mark (WN Australia) kasus narkotika;
4. Harun bin Ajis (WNI) kasus pembunuhan berencana;
5. Sargawi alias Ali bin Sanusi (WNI) kasus pembunuhan berencana;
6. Serge Areski Atlaoui (WN Prancis) kasus narkotika;
7. Martin Anderson alias Belo (WN Ghana) kasus narkotika;
8. Zainal Abidin (WNI) kasus narkotika;
9. Raheem Agbaje Salami (WN Cordova) kasus narkotika;
10. Rodrigo Gularte (WN Brazil) kasus narkotika;
11. Andrew Chan (WN Australia) kasus narkotika.