REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Presiden Joko Widodo akhirnya mencalonkan nama Komjen Pol Badrodin Haiti sebagai Kapolri untuk menggantikan posisi Komjen Pol Budi Gunawan (BG), Rabu (18/2) kemarin. Langkah Jokowi yang mengumumkan nama calon Kapolri baru saat DPR memasuki masa reses menjadi pertanyaan berbagai pihak.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Brawijaya Malang, Anang Sujoko mengatakan, langkah Jokowi tersebut merupakan strategi untuk menghindari tekanan dari DPR.
"Dengan adanya masa reses ini sedikit untuk menghindari tekanan yang begitu luar biasa dari DPR. Kan DPR sudah jelas-jelas merasa dipermalukan juga dengan tidak melantik BG itu," kata Anang kepada Republika, Kamis (19/2).
Menurut Anang, bukan hanya dari DPR, Jokowi juga mendapat banyak tekanan dari pihak internal, mulai dari para politikus PDIP hingga orang-orang lingkaran satu atau di sekitar Jokowi, seperti tim suksesnya. Tekanan-tekanan tersebut, lanjutnya, terkait melantik atau tidak melantik BG, memunculkan calon Kapolri baru ataupun pilihan lain.
Jika terus dibiarkan, Anang mengatakan, tekanan tersebut akan menjadi bola liar yang berujung pada semakin gaduhnya politik di Indonesia. "Saya melihatnya, Jokowi ini melakukan sebuah tindakan politik personal, karena secara kelembagaan dia tekanannya jauh lebih besar," ujarnya.
Meski begitu, Anang mengatakan, pengajuan nama calon Kapolri baru di masa reses tersebut bukanlah sebuah masalah. "Secara politis tidak masalah, cuma dari DPR RI-nya tidak bisa mengeluarkan keputusan secara langsung. Kalau pengajuan saja tidak apa-apa, tidak ada aturan yang membatasi itu," kata Anang.