Rabu 04 Feb 2015 19:30 WIB

Jokowi Kembalikan Popularitas Lewat Hukuman Mati?

Rep: C82/ Red: Ilham
 Koordinator Kontras Haris Azhar meyatakan sikap saat menemui pimpinan KPK di gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/1).  (Antara/Rosa Panggabean)
Koordinator Kontras Haris Azhar meyatakan sikap saat menemui pimpinan KPK di gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/1). (Antara/Rosa Panggabean)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar menilai, kebijakan Presiden Joko Widodo mengeksekusi semua terpidana mati kasus narkoba adalah pencitraan semata. Kebijakan tersebut hanya untuk menaikkan popularitas Jokowi yang merosot akibat isu Polri vs KPK.

"Karena hukuman mati kan banyak masyarakat yang dukung. Di tengah isu BG, isu lainnya. Itu untuk naikkan popularitasnya aja," kata Haris kepada Republika, Rabu (4/2).

Menurut dia, untuk menunjukkan ketegasan Jokowi tidak perlu melakukan tindakan-tindakan "karikatur" seperti hukuman mati. Apalagi, 'karikatur' yang dibuat Jokowi tersebut berimplikasi terhadap nyawa seseorang.

"Itu arogan. Di dunia internasional, kayak begini dianggap norak, arogan. Kalau saya lihat bahan-bahan penelitian, ternyata pasar yang paling berbahaya itu bukan di Indonesia tapi Eropa. Jangan-jangan di Indonesia ini tempat produksi. Jadi masalahnya enggak sesimpel itu lah. Ini hanya disimbolisasi dengan hukuman mati terus selesai," jelasnya.

Haris menambahkan, kebijakan Jokowi tersebut dapat menjadi bumerang jika ingin menyelamatkan WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri. "Nanti mereka bilang, 'Dulu kalian eksekusi hukuman mati buat orang asing, kok sekarang mau nyelametin warga negaranya. Enggak sepadan dong'," ujar Haris.

Haris menyarankan agar Jokowi memikirkan kembali kebijakan tersebut. "Kalau enggak ada toleransi, nggak apa-apa. Cuma hukumannya harus yang berat, bukan yang kejam. Hukuman mati itu kan termasuk dalam hukuman yang kejam," kata

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement