REPUBLIKA.CO.ID, BANJARNEGARA -- Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara Catur Subandrio mengatakan bahwa kabupaten itu masih kekurangan alat peringatan dini tanah longsor atau "landslide early warning system" (LEWS).
"Kami mendapat lima unit LEWS dari BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), beberapa di antaranya telah dipasang di Desa Kertosari, Kecamatan Kalibening, dan Desa Tlaga, Kecamatan Punggelan. Namun jumlah tersebut masih belum mencukupi karena masih ada sekitar tujuh titik rawan longsor di Banjarnegara," kata Catur di Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin.
Menurut dia, pihaknya telah memetakan sebanyak 12 titik rawan longsor yang tersebar di delapan kecamatan, yakni Karangkobar, Punggelan, Pagentan, Pejawaran, Kalibening, Wanayasa, Banjarmangu, dan Madukara.
Ia mengatakan bahwa masing-masing kecamatan terdapat satu hingga dua titik yang perlu dipasangi alat LEWS. Oleh karena itu, kata dia, pihaknya mengajukan penambahan alat LEWS kepada BNPB.
"Alat LEWS sangat penting untuk mendeteksi pergerakan tanah secara cepat sehingga jika terjadi gerakan tanah dapat segera diambil langkah cepat penyelamatan. Dengan demikian, jumlah korban dapat diminimalkan jika terjadi longsor," katanya.
Lebih lanjut, Catur mengatakan bahwa hingga saat ini lebih dari 2.000 warga di Kecamatan Karangkobar, Punggelan, Wanayasa, dan Banjarmangu yang mengungsi akibat bencana tanah longsor.
Khusus untuk korban longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, dia mengatakan bahwa saat ini Pemerintah Kabupaten Banjarnegara sedang menyiapkan hunian sementara (huntara) yang dilakukan dengan cara menyewa rumah warga yang ditinggal merantau oleh pemiliknya.
"Selain huntara, para korban juga mendapat biaya hidup sambil menunggu proses relokasi yang kini masih ditentukan lokasi pastinya," kata dia.