REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Pengamat Ekonomi Universitas Negeri Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Dahnil Anzar menilai Presiden Joko Widodo terlalu tergesa-gesa dalam meluncurkan program jaminan sosial berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KSS).
"Saya melihat program Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan lainnya itu, adalah program asal beda saja dengan pemerintahan sebelumnya dan tergesa-gesa supaya terkesan sudah bekerja untuk melakukan perbaikan," katanya, Ahad (16/11).
Dahnil mengatakan, selain dipertanyakan landasan hukumnya, karena mengalokasikan program di pemerintahan itu harus punya landasan hukum, agar bisa dialokasikan. Program tersebut juga melahirkan permasalahan inefisiensi, karena harus mencetak kartu dan biaya lainnya.
Padahal, kata Dahnil, pada proses pendaftaran BPJS masyarakat miskin sedang dalam proses berjalan. Selain itu, kata dia, program KIS, KIP juga memunculkan masalah pada tata kelola keuangan negara dimasa yang akan datang.
Karena pada konsep 'economic security' atau ekonomi jaminan sosial, yang menjadi dasar teori model jaminan seperti BPJS, atau KIS dan model lainnya itu, rakyat juga didorong untuk mengiur atau membayar iuran secara rutin sesuai dengan kemampuan masyarakat.
"Bila tidak seperti itu, dimasa depan kita akan mengalami kesulitan fiskal atau fiskal stres karena alokasi APBN tersedot pada program ini dan memperlambat pembangunan sektor lain," katanya.
Dengan demikian, kata dia, Presiden Jokowi jangan terburu-buru mendorong kebijakan tersebut tanpa memiliki dasar hukum dan analisa mamfaat sosial-ekonomi bagi Indonesia jangka panjang.