REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin mengatakan, Inpres yang diterbitkan Presiden Jokowi terkait penerbitan Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS) tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Sebab dalam UUD 1945 sudah diamanatkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, mencerdaskan rakyatnya, dan meningkatkan kesehatan rakyatnya.
KIP, KIS ini, ujar Irman, adalah program konstitusi. Ini bukan program politik pemerintahan Jokowi.
"Saya minta program KIP, KIS tidak digiring sebagai program sinterklas Jokowi. Ini juga bukan karena pemerintah yang murah hati, tapi amanat UUD 1945," katanya.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan, Kartu Indonesia Pintar (KIP) bukan hanya mengganti nama dari Bantuan Siswa Miskin (BSM) ke KIP.
Memang anggaran KIP untuk sementara sama dengan anggaran yang sudah dialokasikan untuk program BSM. Namun saat ini pemerintah sedang melaksanakan perbaikan dan pembaruan data penerima KIP.
"Saya berharap data KIP sudah lengkap sebelum pengajuan APBN 2015. Sehingga semua berjalan lancar," kata Anies.
Menurut Anies, KIP jangkauannya lebih luas dari pada BSM. KIP ini bukan hanya diberikan kepada siswa miskin atau rentan miskin yang bersekolah namun anak usia sekolah yang tidak bersekolah juga bisa mendapatkannya.
"KIP mendorong anak-anak putus sekolah untuk kembali ke sekolah. Selain itu juga mendorong anak-anak untuk belajar di balai latihan kerja sehingga punya skill untuk masuk ke dunia kerja," kata Anies.
Data baru untuk KIP akan berdasarkan jumlah rumah tangga miskin yang memiliki anak usia sekolah. KIP bukan hanya bagi siswa namun anak-anak yang berusia sekolah dengan tujuan anak yang keluar dari sekolah bisa kembali ke sekolah.
Bukan nama saja yang berubah. Namun konsep KIP ini juga berbeda dari BSM.