Kamis 09 Oct 2014 16:13 WIB

'Jokowi Bisa Belajar dari Obama'

Jokowi (Joko Widodo) di Balai Kota, Jakarta, Rabu (3/9). (Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Jokowi (Joko Widodo) di Balai Kota, Jakarta, Rabu (3/9). (Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG-- Presiden terpilih Joko Widodo bisa belajar dari kepemimpinan Presiden Amerika Serikat Barack Obama, kata analis politik Universitas Diponegoro Semarang, Susilo Utomo.

"Meski bukan pembanding yang setara memang, setidaknya bisa jadi pembelajaran. Yang dihadapi Obama kan hampir sama dengan dominasi Partai Republik di Kongres AS," katanya di Semarang, Kamis (9/10).

Dengan dominasi Republik di Kongres AS, kata dia, Obama yang diusung Partai Demokrat menghadapi tantangan berat dalam menjalankan pemerintahan, apalagi ada "tea party", faksi konservatif di Republik. Akan tetapi, pengajar FISIP Undip itu mengatakan Obama ternyata berhasil menjalankan pemerintahan dan merealisasikan kebijakan-kebijakannya dengan cukup baik, semisal ObamaCare di bidang kesehatan.

"ObamaCare itu kan seperti Indonesia Sehat-nya Jokowi. Di sisi lain, Pemerintahan AS juga pernah tutup selama beberapa hari karena tidak adanya anggaran. Ya, memang tantangannya seperti itu," ungkapnya.

Menurut dia, setidaknya ada dua langkah yang perlu dilakukan Jokowi di kabinet agar bisa berhasil menjalankan program menghadapi dominasi Koalisi Merah Putih (KMP) di parlemen maupun di MPR. Pertama, pilih menteri secara selektif dan tidak pernah terlibat kasus korupsi. Kedua, pilih menteri dari figur yang benar-benar kompeten di bidangnya. Pasti rakyat akan mendukung.

Ia menjelaskan Obama juga melakukan penataan yang baik pada kabinetnya dan gencar menjalin komunikasi publik dengan komunitas publik untuk mendukung kebijakan-kebijakan yang dijalankannya. Tentunya, Susilo mengatakan Jokowi-Jusuf Kalla harus setia dan menepati apa yang sudah dijanjikannya kepada rakyat ketika kampanye sehingga masyarakat akan mendukung apa yang dilakukan pemerintah.

Memang, kata dia, berbagai manuver politik yang terjadi merupakan realitas politik yang harus dihadapi Jokowi yang semestinya tidak perlu dikhawatirkan selama pemerintah berpihak kepada rakyat. "Kalau kebijakannya berpihak pada masyarakat, prorakyat, pasti akan mendapatkan dukungan dari 'civil society'. Suara dari komunitas publik ini menguatkan program-program yang dijalankan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement