REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana pengujian Undang-undang nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang dimohonkan oleh Dokter Indonesia Bersatu (DIB).
Kuasa hukum DIB Lutfhie Hakim, saat sidang di MK Jakarta, Rabu, mengatakan permohonannya ini menitikberatkan pada penafsiran tindak pidana dalam Pasal 66 ayat (3), yang masih memberikan penafsiran luas dan berpotensi tindakan dokter bisa dibawa ke ranah hukum.
"Hendaknya yang dimaksudkan pasal tersebut yakni perbuatan dokter yang mengandung kelalaian nyata dan kesengajaan. Diluar itu tidak tepat jika dijadikan objek pidana," kata Luthfie di depan majelis panel yang dipimpin Ketua MK Hamdan Zoelva.
Menurut dia, pemohon meminta MK untuk memberikan penafsiran terhadap Pasal 66 ayat (3) bahwa tindakan kedokteran yang bisa dibawa dalam ranah hukum hanya tindakan yang mengandung kesengajaan atau kelalaian berat.
Pasal 66 ayat (3) UU Praktik Kedokteran berbunyi: "Pengaduan sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata kepengadilan."
Sementara juru bicara DIB, Agung Sapta Adi mengungkapkan jika ketentuan tersebut tidak pernah dibatasi maka sangat berpotensi menjerat para dokter untuk masuk dalam ranah pidana.
Agung mengatakan tidak semua tindakan dokter bisa langsung dibawa dalam proses pidana karena memiliki tindakan prosedural medis tersendiri.
"Harus ada pembedaan yang tegas, mana kasus yang bisa diperkarakan ke ranah hukum dan yang tidak," ucap Agung.
Menanggapi permohonan ini, Hamdan Zoleva mengatakan bagaimana masyarakat bisa mengetahui tindakan dokter yang bisa dilaporkan hanya kelalaian nyata dan kesengajaan.
"Artinya masyarakat boleh lapor kalau delik 'opset' dan kelalaian yang nyata, artinya kan tidak boleh melaporkan selain itu, jadi konstruksinya gimana," tanya Hamdan.
Sementara Anggota Panel Patrialis Akbar mengatakan kerugian konstitusional yang dipaparkan belum mengupas secara detail jika Pasal 66 ayat (3) UU Praktik Kedokteran tetap diberlakukan akan menyebabkan kerugian dokter.
"Jadi ini kan berhubungan dengan kerugian konstitusional, jadi harus dikaitkan apa yang menjadi kerugiannya," kata Patrialis.
Majelis panel memberikan waktu 14 hari kepada pemohon untuk memperbaiki permohonannya.