Ahad 16 Feb 2014 17:45 WIB

Apa Makna Kunjungan John Kerry ke Masjid Istiqlal?

Rep: c57/ Red: Nidia Zuraya
Menlu AS John Kerry (melambai) mengunjungi Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, ditemani Imam Besar masjid itu, KH Ali Mustafa Yakub (ke tiga kiri), Ahad (16/2).
Foto: ANTARA FOTO/Fanny Octavianus/ama/14.
Menlu AS John Kerry (melambai) mengunjungi Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, ditemani Imam Besar masjid itu, KH Ali Mustafa Yakub (ke tiga kiri), Ahad (16/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), John Kerry, ke Masjid terbesar di wilayah Asia Tenggara, Masjid Istiqlal, Jakarta, Indonesia, merupakan kunjungan biasa. Kunjungan ini juga sebagai napak tilas kunjungan sebelumnya oleh Presiden AS, Barrack Husein Obama, beberapa tahun lalu ke Masjid Istiqlal.

Pendapat ini disampaikan oleh Direktur Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam (PKTTI) Universitas Indonesia (UI), Abdul Muta'ali. "AS menganggap umat Islam Indonesia sebagai representasi Islam di dunia, apalagi Indonesia merupakan negara demokrasi dengan jumlah umat Islam terbesar di dunia," tutur Abdul Muta'ali yang juga pakar hubungan internasional untuk wilayah Timur Tengah itu, Ahad (16/2).

Masjid Istiqlal, lanjut Abdul Muta'ali, merupakan ikon dan simbol ummat Islam Indonesia. Hal ini menyebabkan Masjid Istiqlal sering dikunjungi oleh para pejabat dan kepala negara asing, termasuk Barrack Obama dan John Kerry.

Peranan ummat Islam Indonesia, tutur Abdul Muta'ali, semakin dipandang penting oleh negara-negara Barat, khususnya AS, karena Indonesia diprediksi akan menjadi negara dengan tingkat perekonomian tertinggi kelima di dunia dalam waktu 5-10 tahun kedepan.

Bahkan, jelas Abdul Muta'ali, kedutaan besar (Kedubes) AS di Jakarta merupakan satu-satunya Kedubes negara-negara Barat yang memiliki Kepala Bidang Keislaman, selain Kepala Bidang Politik dan Ekonomi. "Kunjungan John Kerry ke Masjid Istiqlal boleh jadi merupakan bentuk pengalihan representasi Islam di tingkat global, menurut pandangan AS, dari wilayah Timur Tengah ke Wilayah Asia Tenggara, khususnya Indonesia," ujar dosen Departemen Program Studi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement