Rabu 29 Jan 2014 03:34 WIB

'SBY Jangan Membentengi Diri dengan Banyak Pengacara'

Fahri Hamzah
Foto: Antara
Fahri Hamzah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Fahri Hamzah mengetuk hati Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar di akhir masa tugasnya bisa menyelesaikannya dengan baik, bukan malah membentengi diri dengan sebanyak-banyaknya pengacara.

"Kepada pak SBY saya mau ketuk hati dia, aturlah akhir masa jabatannya dengan baik. Caranya itu bukan dengan membentengi sebanyak-banyaknya pengacara. Apa yang ditakutinya, kalau memang tidak ada salah. Ini justru menjadi pembenaran jika ada apa-apa," kata Fahri.

Fahri menjelaskan dirinya mendapatkan surat dari Palmer Situmorang yang mengatasnamakan Tim Advokasi dan Konsultan Hukum Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI dan Keluarga.

Dalam surat pertamanya, tertanggal 17 Januari 2014 ada dua nama yakni: Palmer Situmorang dan Hafzan Taher, yang mengatasnamakan Tim Advokasi dan Konsultan Hukum Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI dan Keluarga. Namun hanya ditandatangani oleh Palmer Situmorang, sementara Hafzan Taher kosong.

Menurut Fahri dari substansi surat yang diterimanya bukanlah merupakan somasi sebagaimana yang banyak diberitakan media masa.

"Ini surat kita terima, tapi tidak ditandatangani salah satu penasihat hukum. Terus kita kembalikan, baru dikirim lagi ke saya dan ada tanda tangan keduanya," kata Fahri.

Menurut Fahri dengan cara seperti ini, memperlihatkan jika kantor hukum Palmer Situmorang ini terlihat asal-asalan.

"Perihal surat menyebutkan: undangan klarifikasi. Ternyata di suratnya mengundang saudara Fahri Hamzah untuk mendapatkan klarifikasi pada Senin, 27 Januari 2014. Jadi ini bukan somasi, tetapi mengundang," kata Fahri.

Lebih lanjut Fahri menjelaskan dirinya tidak datang ke kantor Palmer tersebut. "Ini kantor hukum Palmer harus belajar hukum lagi. Tidak ada hak kantor privat mengundang orang dengan tujuan-tujuan seperti ini. Apalagi meminta anggota dewan untuk diklarifikasi. Tidak ada dasar hukumnya," kata Fahri.

Dalam surat tersebut disebutkan Fahri diminta memberikan klarifikasi terkait pernyataanya di media masa. Menurut Fahri, dalam kasus Hambalang, sudah jelas banyak terdakwa yang menyebut Ibas menerima uang dari proyek tersebut. Namun hingga kini, tidak ada upaya pemanggilan dari KPK.

Menurut Fahri apa yang disampaikanya merupakan bagian dari tugas konstitusionalnya sebagai anggota dewan khususnya komisi III kepada KPK.

Fahri menjelaskan sebagai anggota DPR dirinya memiliki hak imunitas yang diatur pasal 20A ayat (3) UUD 45 dan juga pasal 196 ayat (1) dan (2) UU No 27 tahun 2009 tentang MD3 yakni hak imunitas di mana anggota DPR tidak dapat dituntut karena pertanyaan, pernyataan ataupun pendapatnya terkait pelaksanaan tugasnya. "Ini yang tak dibaca oleh tim pengacara SBY," kata Fahri.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement