REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Forum Masyarakat Peduli Parlemen Independen (Formappi) menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi terkait Pemilu serentak 2019 sudah tepat karena telah menjawab kegelisahan publik.
"Putusan MK ini menjawab keresahan dan kegelisahan publik karena ada kekhawatiran bahwa uji materi itu dilatarbelakangi oleh kepentingan orang-orang yang jadi calon presiden," kata Koordinator Formappi Sebastian Salang ketika dihubungi di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, putusan tersebut mungkin memang merugikan pihak-pihak yang ingin maju menjadi capres dengan harapan dihilangkannya "presidential threshold". Namun, menurut Sebastian, itu adalah hal yang wajar dalam demokrasi.
"Itu sah-sah saja," katanya.
Sebastian juga berpendapat, putusan yang mulai berlaku pada Pemilu mendatang itu juga tepat karena tidak akan mengganggu persiapan pesta demokrasi yang diselenggarakan tahun ini.
"Jadi kekhawatiran soal putusan ini bakal mengganggu Pemilu yang sekarang telah terbantahkan," katanya.
Ia juga menilai putusan Pemilu serentak 2019 itu tepat karena pemerintah punya waktu cukup untuk menyiapkan regulasi terkait.
"Coba kalau sekarang (ditetapkan Pemilu serentak), 'kan tergesa-gesa dalam membuat regulasi ke-Pemilu-annya, takut hasilnya juga tidak maksimal," ujarnya.
Ada pun terkait efisiensi dana dalam Pemilu serentak, Sebastian mengatakan hal itu hanyalah salah satu dampak karena ada beberapa anggaran yang dipotong.
"Tapi kalau efisiensi dana yang jadi tujuan, mudah sekali pertimbangannya. Harusnya itu bukan jadi tujuan utama," katanya.
Mahkamah Konstitusi mengabulkan pengujian UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu yang dikomandani Effendi Gazali, Kamis.
"Pelaksanaan Pemilu Serentak 2019," kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva, saat membacakan amar putusan di Jakarta, Kamis.
Effendi Gazali dan kawan kawan (dkk) menguji sejumlah pasal dalam UU Pilpres terkait penyelenggaraan pemilu dua kali yaitu pemilu legislatif dan pilpres.
Pemohon menganggap Pemilu legislatif dan Pilpres yang dilakukan terpisah itu tidak efisien (boros) yang berakibat merugikan hak konstitusional pemilih.
Effendi mengusulkan agar pelaksanaan pemilu dilakukan secara serentak dalam satu paket dengan menerapkan sistem presidential cocktail dan political efficasy (kecerdasan berpolitik).
Presidential Coattail, setelah memilih calon presiden, pemilih cenderung memilih partai politik atau koalisi partai politik yang mencalonkan presiden yang dipilihnya, tetapi jika political efficasy, pemilih bisa memilih anggota legislatif dan memilih presiden yang diusung partai lain.