Rabu 01 Jan 2014 19:10 WIB

Maarif Institute: Negara Harus Berikan Jaminan Keamanan

Petugas Dokkespol mengeluarkan kantong berisi jenazah terduga teroris yang tiba di RS Bhayangkara Polda Jatim, Surabaya, Senin (22/7). Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menembak mati dua terduga teroris bernama Dayat dan Riza yang merupakan angg
Foto: ANTARA FOTO
Petugas Dokkespol mengeluarkan kantong berisi jenazah terduga teroris yang tiba di RS Bhayangkara Polda Jatim, Surabaya, Senin (22/7). Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menembak mati dua terduga teroris bernama Dayat dan Riza yang merupakan angg

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Maarif Institute menilai penangkapan yang disertai dengan baku tembak antara Polri dengan kawanan terduga Teroris di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan, menunujukkan Indonesia hari ini masih menyisakan ancaman teror.

Maarif Institute menekankan kepada semua pihak agar tetap waspada dan tidak memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan sesaat. “Negara harus memberikan jaminan keamanan dan keselamatan bagi setiap warga negaranya,” ujar Ahmad Fuad Fanani, direktur riset Maarif Institute dalam siaran pers yang diterima ROL, Rabu (1/1).

Dalam kasus terror ekstrimisme keagamaan, Fuad mengingatkan, Banten masih menjadi salah satu spot berjejaringnya kelompok teroris di Indonesia dan penyergapan terduga teroris di Tangerang Selatan adalah salah satu buktinya. Meski, Fuad juga menyayangkan hasil penyergapan itu.

“Tewasnya terduga teroris itu justru menutup mekanisme pembuktian hukum dan penelusuran jejak jaringan teroris di tempat lain” ungkapnya.

Ancaman terror lain juga terjadi pada kebebasan beragama dan berkeyakinan. Ancaman pada isu ini begitu serius dirasakan. Bahkan sebelum malam pergantian tahun, public juga mendengar bahwa kekerasan atas nama agama terjadi pada Gereja Pantekosta Rancaekek, Sumedang.

“Teror pada kebebasan beragama masih terus terjadi, Negara tak boleh diam. Ini PR besar bagi kepemimpinan mendatang.” kata Direktur Program Islam for Justice Maarif Institute, Muhd Abdullah Darraz.

Untuk itu, tahun 2014 harus menjadi momen untuk menuntaskan pekerjaan besar itu. Pemilu 2014 adalah mekanisme demokrasi untuk memperbaiki Indonesia.

“Indonesia membutuhkan kepemimpinan yang kuat, yang memiliki komitmen pada upaya merawat kebhinnekaan. Indonesia butuh pemimpin yangtegas dan tidak ragu menghadapi kelompok-kelompok yang anti-perbedaan, yang menggunakan kekerasan sebagai bahasa politiknya,” ungkap Abdullah Darraz.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement